PerjalananHijrah dari Makkah ke Madinah. Diriwayatkan oleh al-Imam Al Bukhori dalam kitab Sohihnya dari Ibn 'Abbas ر. Baca selengkapnya. Mas Afit 21.20 Posting Komentar. Spiritual. MuhammadAbduh Tuasikal, MSc February 10, 2012. 6 15,603 6 minutes read. Sudah begitu ma'ruf wisata spiritual ke kuburan wali digalakkan di negeri kita. Bahkan ingin lebih dilestarikan demi meningkatkan devisa daerah. Memang ziarah kubur adalah suatu hal yang disyari'atkan. Namun ada suatu masalah di balik itu. Suatuketika, di tengah-tengah perjalanan bisnisnya, Abu Mu'allaq melewati gurun di tengah malam nan gelap. Ia tidak ditemani siapa pun, seorang diri. Kali ini sekaligus ia tidak bersenjata. Tiba-tiba datanglah seorang penyamun yang mempersenjatai diri dengan sebilah pedang, lalu menghadang sang sahabat. Disebutkanpada buku Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual yang diterbitkan oleh Kompas, bahwa Raden Paku memiliki kisah yang menarik ketika mencari daerah untuk tempat berdakwah. Dalam perjalanan sejarahnyanya, pesantren tersebut selain berada di daerah pelosok Jawa, namun para santri yang menuntut ilmu dari daerah Madura, Kalimantan Vay Tiền Nhanh Ggads. Buku ini judul aslinya adalah Jami' Karamat al-Aulia'. Buku ini diterbitkan beberapa kali di Indonesia dalam beberapa judul, antara lain Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah. Pengarangnya adalah Yusuf bin Ismail an-Nabhani. Membaca buku ini insya Allah kesedihan dan ketakutan diri kita akan sirna. Jangan pernah bersedih lagi, betapa para wali tidak pernah bersedih dan takut menghadapi apapun yang ada. Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Karena janji Allah tidak pernah ingkar. Rasulullah Saw. dalam sabdanya, Sesungguhnya ada golongan hamba Allah yang bukan termasuk nabi dan bukan syuhada syahid, yang pada hari kiamat nanti mereka menempati tempat para nabi dan syuhada. Para sahabat lalu bertanya, Ya, Rasulullah, beritahu kami siapa mereka itu? Apa pekerjaan mereka ? Semoga kami bisa mencintai mereka. Nabi menjawab, Mereka adalah satu kaum yang saling mencintai karena Allah, bukan karena hubungan satu rahim, juga bukan karena harta yang mereka miliki. Demi Allah, wajah mereka bercahaya. Mereka berada di atas mimbar cahaya, mereka tidak pernah takut ketika orang-orang ketakutan, mereka juga tidak bersedih ketika orang-orang merasa sedih HR. Umar bin Khattab. Buku ini merupakan khazanah yang luar biasa tentang fenomena karamah wali-wali Allah yang dihimpun dari banyak sumber klasik karya para wali dan ulama yang diakui kapabilitasnya di seluruh penjuru dunia. Di dalamnya, karamah dibahas secara rinci dan jelas, didukung argumen kuat dari Al-Qur’an, Sunnah, dan peristiwa-peristiwa nyata yang diriwayatkan secara sahih. Dalam buku ini juga menuturkan tentang konsep dan landasan karamah, mukjizat Nabi Muhammad Saw. sebagai wali Allah yang paling agung, dan karamah sahabat-sahabatnya. Kisah-kisah ajaib tentang mereka semoga dapat menjadi bahan renungan kita untuk menambah keimanan kepada Allah dan meneladani kepatuhan mereka kepada-Nya, kearifan, kebersahajaan, dan kerendahan hati mereka yang telah dianugerahi kemuliaan. Wali Yang Bisa Dihitung dan Tak Bisa Dihitung 1. Anbiya' para nabi. Allah menganugerahkan kenabian kepada mereka, yaitu orang-orang yang dipilih Allah untuk diri-Nya dan untuk mengabdi kepada-Nya, hamba-hamba yang dikhususkan oleh-Nya di hadapan Allah, disyariatkan untuk beribadah dan tidak diperintah untuk melakukan ibadah selain yang diwajibkan. Maqam kenabian merupakan maqam kewalian yang khusus, mereka memperoleh ketetapan tentang perkara-perkara yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah yang khusus untuk mereka bukan untuk yang lainnya. Dunia membutuhkan hal itu, karena dunia merupakan tempat mati dan hidup. Allah berfirman, Dialah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian QS Al-Mulk [67] 2. Taklif syariat adalah ujian. Kewalian adalah kenabian yang bersifat umum, sedangkan kenabian yang diangkat oleh Allah dengan membawa syariat adalah kenabian yang bersifat khusus. 2. Rasul para rasul yang diberi risalah oleh Allah. Yaitu, para nabi yang diutus untuk sekelompok umat manusia atau kepada seluruh umat manusia. Hanya Nabi Muhammad Saw. yang diutus untuk seluruh umat manusia untuk menyampaikan perintah Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Hai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan Tuhan kepadamu QS Al-Maidah [5] 67; Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan risalah QS Al-Maidah [5] 99. Maqam penyampaian itu dinyatakan sebagai risalah bukan yang lain. Sayyid Muhyiddin tidak membicarakan seputar maaam kenabian dan kerasulan ini, karena ia merasa bukan nabi atau rasul. Ia menegaskan, "Haram bagiku membicarakannya, karena kami hanya membicarakan apa yang pernah kami alami. Kami bisa berbicara tentang selain kedua maqam ini, karena kami pernah mengalaminya dan Allah tidak melarangnya." 3. Shiddiqun orang-orang yang meyakini Allah dan Rasul-Nya. Allah telah menganugerahi mereka keyakinan kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itulah orang-orang shiddiqin QS Al-Hadid [57] 19. Shiddiq bentuk tunggal dari shiddiqun adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya karena perkataan yang disampaikan Rasul, bukan karena dalil cahaya keimanan yang ada dalam hati yang mencegahnya untuk meragukan perkataan Rasul. Tidak ada maaam dan kedudukan di antara kenabian yang membawa syariat dan shiddiqah. Barangsiapa yang menapaki jejak Shiddiqun, berarti ia menapaki kenabian. Barangsiapa mengaku mendapatkan kenabian dengan membawa syariat setelah Nabi Muhammad Saw., maka ia telah berdusta dan kafir terhadap apa yang dibawa oleh orang jujur yaitu Rasulullah Saw. Meskipun begitu, maqam qurbah ada di atas maqam shiddiqah dan di bawah maqam kenabian yang membawa syariat. Sayyid Muhyiddin berkata, "Maqam yang telah kami tetapkan berada di antara maqam kenabian yang membawa syariat dan maaam shiddiaah, adalah maqam aurbah yang khusus untuk Afrad. Kedudukan Afrad di mata Allah lebih rendah dibanding maaam kenabian yang membawa syariat dan berada di atas maaam shiddiaah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rahasia yang diukirkan pada hati Abu Bakar yang karenanya para Shiddiq dimuliakan. Tidak ada seorang pun di antara Abu Bakar dan Nabi Muhammad Saw., karena Abu Bakar adalah teman yang meyakini kebenarannya dan tepercaya." 4. Syuhada' orang-orang yang syahid. Allah menganugerahkan 'kesaksian' kepada mereka, yakni orang-orang yang dekat dengan Allah, yang selalu menghadap Allah dengan pengetahuan yang luas tentang-Nya. Allah berfirman, Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan hal itu QS Ah 'Imran [3] 18. Allah mengumpulkan mereka dengan para malaikat dalam menegakkan kesaksian. Mereka adalah yang bertauhid kepada Allah sebagai Zat Yang Maha Menjaga dan Azali. Mereka adalah orang-orang yang bertauhid. Kedudukan mereka menakjubkan dan keadaan mereka aneh. Mereka adalah saksi-saksi yang dimaksud dalam ayat tersebut, orang-orang yang mengetahui Allah dan beriman setelah mengetahui firman Allah. Nur seorang Shiddiq lebih sempurna daripada nur seorang Syahid, karena tauhid seorang Syahid disebabkan oleh ilmu bukan keimanan, sedangkan tauhid seorang Shiddiq disebabkan oleh iman. Jadi, maqam Syahid berada di atas maqam Shiddiq dari segi ilmu, sebaliknya maaam Shiddiq berada di atas maqam Syahid dari segi iman dan keyakinan. 5. Shalihun orang-orang yang saleh. Allah menganugerahkan kesalehan kepada mereka dan menempatkan kedudukan mereka setelah Syuhada, pada tingkat keempat. Setiap nabi adalah orang yang saleh dan ia mengaku sebagai orang yang saleh sekaligus nabi Tingkatan ini merupakan tingkatan khusus dalam kenabian, tetapi terkadang kesalehan juga dipunyai oleh bukan nabi, Shadiq, atau Syahid, hanya saja kesalehan para nabi dimulai sebelum mereka. Orang-orang saleh adalah orang-orang yang tidak mempunyai cacat dalam perbuatan dan keimanan mereka kepada apa yang berasal dari Allah. Apabila ada cacat, maka batallah kedudukannya sebagai orang saleh. Kesalehan seperti inilah yang disukai para nabi. Jadi, setiap orang yang tidak ada cacat dalam keyakinan, kesaksian, dan kenabiannya, maka ia termasuk orang yang saleh. 6. Muslimun wa Muslimat orang-orang muslim. Allah menganugerahi mereka islam, yaitu ketundukan secara khusus kepada apa yang berasal dari Allah, bukan yang lain. Jadi, seorang hamba yang berserah diri kepada segala kewajiban, syarat, dan kaidah Allah disebut muslim. Apabila ada sedikit syarat yang tidak terpenuhi, maka ia bukan Muslim. Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti muslim lainnya." Makna "tangan" di sini adalah kekuasaan, artinya kekuasaan yang dimiliki seorang muslim tidak mendorongnya untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan Islam atau menentang hukum Allah terhadap muslim lainnya. Kata "lidah" disebutkan karena terkadang lidah lebih menyakitkan daripada tindakan. Nabi Saw. tidak menganggap seseorang sebagai muslim, kecuali jika ia menjaga diri dari menyakiti muslim lainnya. 7. Mukminun wa Mukminat orang-orang mukmin. Allah menganugerahi mereka iman, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan. Menurut etimologi bahasa dan syariat, esensi iman adalah keyakinan. Sedangkan makna iman dalam perkataan dan perbuatan didasarkan pada syariat, bukan secara bahasa. Jadi, orang mukmin adalah orang yang perkataan dan perbuatannya sesuai dengan apa yang diyakininya tentang perkataan dan perbuatan itu. Oleh karena itu, Allah berfirman mengenai orang-orang mukmin, Sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami" QS Al-Tahrim [66] 8. Maksud "cahaya" di sini adalah amal saleh mereka di dunia di hadapan Allah. Mereka adalah orang-orang yang dijanjikan Allah akan mendapat ampunan dan pahala yang besar. Rasulullah Saw. juga bersabda, "Orang mukmin adalah orang yang dipercaya manusia untuk menjaga harta dan jiwa mereka." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda, "Orang mukmin adalah orang yang tetangganya aman dari kejelekannya." Dalam kedua hadis tersebut, Rasulullah tidak menyebutkan "manusia" dan "tetangga" yang mukmin atau muslim, tetapi menyebutkannya secara umum tanpa batasan. Sedangkan dalam hadis tentang orang muslim sebelumnya, Rasulullah menyebutkan bahwa orang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti "muslim lainnya", bukan manusia secara umum Kita tahu bahwa iman mempunyai sifat khusus yaitu pembenaran secara taklid tanpa ada dahi sehingga bisa dibedakan antara iman dan ilmu. Perlu diketahui, bahwa pengertian mukmin secara terminologis adalah orang yang menempuh jalan Allah berdasarkan syariat Seorang mukmin memiliki dua tanda dalam dirinya. Kalau ia mempunyainya, maka ia termasuk golongan mukmin. Tanda pertama, meyakini hal-hal gaib tanpa keraguan seperti menyaksikannya secara langsung. Tanda kedua, iman yang ada dalam diri seorang mukmin mempengaruhi semua orang, sehingga mereka mempercayakan harta, jiwa dan keluarga mereka secara penuh kepadanya tanpa kekhawatiran sedikit pun. Semua itu merupakan bukti bahwa ia termasuk orang-orang mukmin. Kalau dua tanda tersebut tidak ada dalam diri seseorang, maka ia tidak termasuk golongan orang mukmin sebagaimana yang telah kami sebutkan. 8. Qanitun wa Qanitat orang-orang yang taat kepada Allah. Allah menganugerahi mereka kepatuhan, yakni menaati semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Allah berfirman. Peliharalah segala shalatmu, dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan khusyu' QS Al-Baqarah [2] 238. Artinya, jadilah orang-orang yang taat. Dalam ayat lain, Allah berfirman, Laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya. QS Al-Ahzab [33] 35 Sayyid Muhyiddin bercerita, "Suatu hari, saya bertemu seorang pengemis dan di sisi saya ada seorang hamba yang saleh bernama Al-Hajj Madur Yusuf al-Astaji, seorang dari golongan umiyyin yang mempergunakan seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Pengemis itu berkata, 'Siapa yang ingin bersedekah untuk mendapatkan ridha Allah/ Ada seorang laki-laki membuka tempat uang berisi dirham yang dimilikinya, memilih beberapa dirham pecahan kecil, lalu memberikannya kepada si pengemis. Al-Hajj Madur memperhatikan lelaki itu, lalu berkata kepada saya, 'Wahai Fulan, tahukah kau mengapa lelaki itu memilih-milih dirham yang akan diberikannya kepada si pengemis?' Saya menjawab, 'Tidak.' Al-Hajj lalu berkata, 'Ia adalah orang yang saleh di sisi Allah, sebab ia bersedekah kepada si pengemis karena mengharap ridha Allah, maka nilai dari apa yang disedekahkannya karena Allah itu tergantung kepada Allah." Akan tetapi menurut kami, salah satu syarat orang yang amit patuh kepada Allah adalah ia menaati Allah karena ia hamba Allah, bukan karena mengharapkan ganjaran dan pahala yang dijanjikan Allah bagi orang yang taat kepada-Nya. Adapun ganjaran yang diterima seorang aanil tergantung pada apa yang mendorongnya untuk taat kepada Allah, bukan pada keadaan yang mengharuskannya untuk taat. 9. Shadiqun wa Shadiqat orang-orang yang benar dan jujur. Allah menganugerahi mereka kejujuran dalam ucapan dan keadaan mereka. Allah berfirman. Orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. QS Al-Ahzab [33] 23 10. Shabirun wa Shabirat orang-orang yang sabar. Allah menganugerahi mereka kesabaran. Mereka adalah orang-orang yang memenjarakan diri kepada Allah untuk selalu menaati-Nya tanpa batas waktu, sehingga Allah juga melimpahkan pahala tanpa batas waktu atas perbuatan mereka, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, Sesungguhnya hanya orang-orang sabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas QS Al-Zumar [39] 10. Kesabaran mereka tak terbatas waktu dan menyeluruh di setiap tempat yang menuntut mereka sabar. Sebagaimana mereka mengikat diri untuk selalu mengerjakan perintah Allah, mereka juga mengikat diri untuk selalu meninggalkan larangan-Nya. Ketika datang cobaan dan bahaya, mereka juga manahan diri untuk tidak meminta pertolongan, syafaat, dan bantuan kepada selain Allah. Kesabaran mereka tidak ternoda oleh rasa sakit yang menyebabkan mereka mengadu kepada Allah agar melenyapkan cobaan itu. Tidakkah kalian lihat Nabi Ayyub ketika memohon kepada Allah untuk menghilangkan derita yang dialaminya. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang QS Al-Anbiya' [21] 83. Nabi Ayyub mengadukan penyakitnya kepada Allah dengan berkata, Engkau Maha Penyayang di antara yang penyayang. Dalam doa ini, Ayyub mengungkapkan sebab-sebab penderitaannya dan mengadukannya kepada Tuhan agar menghilangkan derita yang menimpanya. Tuhan mengabulkan doanya dan menghilangkan penderitaan itu, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Maka Kami pun mengabulkan permohonannya QS Al-Anbiya' [21] 84. Allah juga menguji kesabaran Ayyub dalam firman-Nya, Kami dapati dia Ayyub seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat kepada Tuhannya QS Shad [38] 44. Artinya, Ayyub kembali kepada Allah dalam menghadapi cobaan-Nya. Allah juga memuji ibadah Ayyub. Bila doa yang dipanjatkan Ayyub kepada Allah agar kemalangan dan cobaan itu hilang bertentangan dengan kesabaran yang disyariatkan, maka Allah tidak akan memuji Ayyub sebagai orang yang sabar, padahal Dia sungguh-sungguh memuji Ayyub. Bahkan menurut kami, termasuk akhlak yang buruk terhadap Allah, jika seorang hamba tidak memohon kepada-Nya untuk menghilangkan penderitaannya, karena sikap seperti itu mengandung kesenangan melawan kekuasaan ilahiah dengan kesabaran dan kekuatan yang diperolehnya. Seorang 'arif yang mengetahui dan mengenal Allah berkata, "Allah telah membuatku lapar, sehingga aku menangis." Seorang yang 'arif, meskipun ia memperoleh kekuatan dan kesabaran, ia tetap merasa lemah, beribadah, dan berbuat baik, karena semua kekuatan adalah milik Allah, maka ia memohon kepada Allah untuk melenyapkan penderitaannya atau menjaganya agar tidak berburuk sangka terhadap penderitaan yang menimpanya. Sikap seperti ini ini tidak berlawanan dengan rasa ridha terhadap qaadha ketentuan Allah sebelum jaman azali, karena cobaan berupa penderitaan mengarah pada qadha. Ia rela dengan ketentuan Allah dan memohon kepada-Nya untuk menghilangkan penderitaan yang sudah digariskan oleh-Nya itu, sehingga ia menjadi orang yang ridha dan sabar. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang sabar yang dipuji oleh Allah. Ada seorang sayyid menangis karena lapar. Lalu ia ditanya, "Kamu siapa? Apakah kamu menangis karena lapar?" Ia menjawab, "Allah telah membuatku lapar sehingga aku menangis." Ini adalah ucapan orang yang mengetahui Allah, berjalan lurus menuju Allah, serta mengenal diri dan Tuhannya. 11. Khasyi'un wa Khasyi'at orang-orang yang selalu khusyuk. Mereka dikaruniai kekhusyukan dalam beribadah kepada Allah. Kekua-saan Allah tampak dalam hati mereka di dunia. 12. Mutashaddiqun wa Mutashaddiqat orang-orang yang suka bersedekah. Allah menganugerahi mereka kedermawanan, karena mereka selalu mendermakan karunia Allah kepada makhluk Allah yang membutuhkannya. Allah menjadikan makhluk miskin agar mereka membutuhkan-Nya. 13. Shaimun wa Shaimat orang-orang yang selalu berpuasa. Allah menganugerahi mereka kemampuan menahan diri dari segala sesuatu yang menyebabkan mereka mulia di sisi Allah. Allah memerintahkan mereka untuk menahan diri dan anggota badan mereka. Perintah Allah ada yang wajib dan ada yang sunnah. 14 Hafizhun wa Hafizhat orang-orang yang selalu menjaga aturan-aturan Allah. Mereka dianugerahi penjagaan ilahiyah, sehingga mereka senantiasa menjaga hal-hal yang harus mereka jaga. Mereka terdiri dari dua tingkatan, yang khusus elit spiritual yaitu yang selalu menjaga kemaluan mereka, dan yang awam yaitu yang selalu memelihara aturan-aturan Allah. 15. Dzakirun wa Dzakirat orang-orang yang banyak berzikir. Allah menganugerahi mereka ilham zikir agar senantiasa ingat kepada Allah sehingga Allah pun selalu mengingat mereka. Allah berfirman. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu QS Al-Baqarah [2] 152. Dalam hadis qudsi Allah berfirman, "Barangsiapa mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku juga mengingatnya dalam diri-Ku. Barangsiapa mengingat-Ku dalam seluruh zikirnya, niscaya aku juga mengingatnya lebih dari itu." Dalam hadis qudsi lain Allah berfirman, "Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta." Firman-Nya yang lain menyatakan. Katakanlah hai Muhammad "Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihmu QS Ali Tiruan [3] 31. Zikir adalah maqam yang tertinggi, karena itu orang yang selalu berzikir memiliki derajat di atas maqam lainnya. 16. Taibun wa Taibat orang-orang yang selalu bertobat. Allah menganugerahi mereka kemampuan bertobat dalam segala hal atau dalam satu hal yang berlaku dalam segala maqam. Mereka selalu bertaubat kepada Allah dari potensi mukhalafah kemungkinan untuk menentang Allah yang ada dalam diri manusia. Dalam sehari, bisa seribu kali mereka bertobat kepada Allah dari potensi mukhalafah ini. Orang-orang yang bertobat adalah kekasih Allah berdasarkan nash Al-Qur'an yang pasti benar. Tidak ada kebatilan dalam Al-Qur'an baik di depan maupun di belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. QS Fushshilat[41]42 17. Mutathahhirun wa Mutathahhirat orang-orang yang selalu menyucikan diri. Allah menganugerahi mereka kesucian, karena mereka selalu menyucikan diri. Penyucian diri mereka bersifat hakiki, tidak sekedar tindakan praktis bersua, yaitu sifat yang di firmankan Allah, Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri QS Al-Baqarah [2] 222. Orang-orang yang menyucikan diri, penempuh jalan ini, adalah hamba-hamba Allah yang menjadi wali Mereka menyucikan diri dari segala sifat yang menghalanginya untuk masuk menuju Tuhannya. Oleh karena itu, disyariatkan bersuci sebelum menunaikan shalat, karena shalat adalah jalan masuk untuk bermunajat kepada Tuhan. 18. Hamidun wa Hamidat orang-orang yang selalu memuji Allah. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk selalu memuji-Nya. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh hasil dari perbuatannya. Allah berfirman. Dan kepada Allah-lah kembalinya segala urusan QS Al-Hajj [22] 41. Orang yang selalu memuji Allah adalah orang yang berpandangan bahwa pujian bersifat universal, bisa dilakukan oleh seluruh makhluk, baik ia ahlullah maupun bukan, baik yang dipujinya itu Allah maupun sesama makhluk, karena pada hakikatnya seluruh pujian akan kembali kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Segala puji hanya milik Allah, bagaimana pun adanya. Al-Hamidun wa al-Hamidat yang dipuji oleh Allah dalam Al-QurNan adalah orang-orang yang selalu memperhatikan tujuan segala perbuatan sejak awal, maka sejak awal mereka telah menentukan bahwa segala pujian yang mereka lakukan kembali kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang memuji penyak-sian mereka akan Allah dalam segenap pengungkapan diri-Nya syuhud melalui lisan kebenaran. 19. Samun orang-orang yang mengadakan pengembaraan spiritual, yakni orang-orang yang berjihad dijalan Allah Mujahidun. Rasulullah Saw. bersabda, "Perjalanan umatku adalah berjihad di jalan Allah, dan Allah berfirman, Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji Allah, yang mengembara, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu QS Al-Taubah [9] 112. Pengembaraan di bumi ini dilakukan untuk mengambil pelajaran dari bekas-bekas peninggalan masa lalu dan umat-umat terdahulu yang telah musnah. Oleh karena itu, orang-orang yang memperoleh ma'rifatullah mengetahui bahwa bumi tumbuh dan berkembang karena selalu berzikir kepada Allah. Saihun adalah adalah orang-orang yang suka berbuat baik dan mengutamakan hak orang lain. Mereka melihat bumi ini tidak pernah sepi dari orang-orang yang berzikir kepada Allah. Kerusakan peradaban tidak akan terjadi di bumi, jika selalu ada orang yang berzikir. Sebagian orang 'arif mewajibkan diri untuk mengembara ke padang-padang pasir yang belum dijamah kecuali oleh orang-orang seperti mereka, pantai-pantai, lembah-lembah yang dalam, pegunungan, dan padang rumput, sebagai bakti mereka kepada orang-orang yang ada di sana. Mereka juga mewajibkan diri berjihad di daerah kafir yang tidak menyembah Allah. Oleh karena itu, Nabi menetapkan jihad sebagai perjalanan umat Islam. Jika di suatu daerah, tidak ada orang yang kafir dan tidak ada orang yang berzikir, itu lebih sedikit kesedihan dan kesulitannya dibanding daerah yang menyembah selain Allah dan kafir kepada-Nya yang disebut daerah musyrik dan kafir. Perjalanan untuk berjihad di suatu daerah lebih utama daripada perjalanan untuk selain jihad, dengan syarat harus memperingatkan masyarakat daerah tersebut untuk mengingat kepada Allah. Karena mengingat Allah dalam berjihad lebih utama daripada bertemu musuh dan menyerangnya, dalam artian menegakkan kalimat Allah di tempat-tempat orang yang menyembah selain Allah, mereka itulah para Saihun. Sayyid Muhyiddin menjelaskan, "Saya pernah bertemu dengan salah seorang tokoh mereka, Yusuf Maghawari Al-Jala. Ia telah mengembara di daerah-daerah kafir selama 20 tahun. Ahmad bin Humam al-Syiqaq di Andalusia adalah seorang pemuda yang menetap di daerah musuh dan termasuk pemuka golongan ini, meskipun ia masih muda karena sejak usianya belum mencapai baligh, ia telah memutuskan untuk beribadah kepada Allah dan tetap istiqamah dalam keadaan seperti itu sampai wafat." 20. Raki'un wa Raki'at orang-orang yang selalu rukuk. Dalam kitab-Nya yang mulia QS Al-Taubah [9] 112, Allah menyifati mereka sebagai orang-orang yang selalu rukuk, yakni selalu tunduk dan merendahkan diri kepada Allah. 21. Sajidun orang-orang yang selalu sujud. Allah menganugerahi mereka ketundukan hati. Mereka tidak sombong, baik di dunia maupun di akhirat, suatu hal untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan sifat orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Sujud dilakukan untuk bersatu dan menyaksikan Allah Swt. secara langsung. Oleh karena itu, Allah berfirman, Dan sujudlah dan mendekatlah kepada Tuhan QS Al-'Alaq [96] 19. Maksudnya, mendekat kepada Allah dengan penuh penghormatan, ketundukan, dan penyerahan diri. Sebagaimana seorang raja berkata kepada seseorang yang menghadapnya lalu mendekatinya sambil berlutut di hadapannya, "Mendekatlah, mendekatlah," sampai posisinya sangat dekat dengan raja. Jadi firman Allah di atas mengandung makna "mendekatlah dalam keadaan sujud". Untuk memberitahukan bahwa bahwa Allah telah menyaksikan orang yang sujud kepada-Nya di hadapan-Nya, Dia berkata, Mendekatlah, agar ia semakin mendekat kepada-Nya. Sebagaimana difirmankan Allah dalam hadis qudsi, "Barangsiapa mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta." Jadi, mendekatnya seorang hamba kepada Tuhan yang dilakukan karena perintah-Nya merupakan ketaatan dan penghormatannya yang paling besar dan sempurna kepada Tuhan, karena berarti ia melaksanakan perintah tuannya berdasarkan penyingkapan spiritual. Inilah sujudnya orang-orang 'arif yang telah disediakan bagi mereka dan orang-orang seperti mereka rumah Allah ka'bah, sebagaimana yang dinyatakan dalam perintah Allah kepada Nabi Muhammad, Dan sucikanlah rumah-Ku ini untuk orang-orang yang tawaf, orang-orang yang beribadah, serta orang-orang yang rukuk dan sujud OS Al-Hajj [22] 26. Dalam ayat lain, Allah berkata kepada Nabi Saw, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersujud. QS Al-Hijr [15] 98 22. Amirun bi al-Ma'ruf orang-orang yang selalu menyuruh kepada yang ma'ruf yang dikenal/diketahui/diakui; kebajikan. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk selalu mengajak kepada yang ma'ruf atau mengajak kepada Allah. Tidak ada perbedaan antara mengajak kepada yang ma'ruf dan mengajak kepada Allah, karena Allah adalah ma'ruf dan tak seorang pun mengingkari hal ini. Allah berfirman, Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi," niscaya mereka akan menjawab "Allah." QS Al-Zumar [39] 38, meskipun mereka itu musyrik. Dan orang-orang musyrik itu berkata, "Kami tidak menyembah berhala-berhala, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya QS Al-Zumar [39] 3. Semua kepercayaan, agama, dan aliran pemikiran sepakat bahwa Allah adalah ma'ruf. Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya," karena Tuhan itu ma'ruf. Barangsiapa mengajak kepada Allah, berarti ia mengajak kepada yang ma'ruf. Mereka berada dalam tingkatan yang paling tinggi dalam menyuruh berbuat baik. Segala seruan kepada yang ma'ruf termasuk dalam ketegori ini 23. Nahun 'an al-munkar orang-orang yang selalu mencegah dari yang mu tikar. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk selalu mencegah dari yang munkar. Al-Munkar adalah berhala-berhala sesuatu yang dianggap sebagai sekutu Allah yang dijadikan sesembahan oleh orang-orang musyrik karena ketidaktahuan mereka dan mereka mengingkari tauhid ilahiyah. Karenanya orang yang berdusta atau mendustakan disebut juga munkir orang yang ingkar. Jadi, syirik itu tidak berdasar sama sekali. 24. Hulama' orang-orang yang murah hati/penyantun. Allah menganugerahi mereka kemurahan hati, yaitu sikap tidak tergesa-gesa menghukum suatu tindak kejahatan, padahal ia mampu melakukannya dan tidak ada yang menghalanginya. Tergesa-gesa menghukum suatu tindak kejahatan menunjukkan rasa jemu dan tidak sabar. 25. Awwahun orang-orang yang mudah iba. Sayyid Muhyiddin menjelaskan, "Saya bertemu dengan seorang perempuan dari kalangan mereka, seorang pengumpul buah zaitun dari Andalusia bernama Yasmin Masannah. Allah menganugerahi golongan ini perasaan mudah iba terhadap apa yang mereka temui. Allah memuji kekasih-Nya, Ibrahim dalam firman-Nya, Sesungguhnya Ibrahim benar-benar seorang yang penyantun, pengiba, dan suka kembali kepada Allah QS Hud [11] 75. Sifat santun dan iba itu membuat mrahim iba terhadap kaumnya yang menyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri, maka ia bermurah hati dan tidak segera menghukum mereka, meskipun ia mampu menghancurkan mereka dengan berdoa kepada Allah. Oleh karena itu, Ibrahim disebut sebagai orang yang halim penyantun sehingga tidak tergesa-gesa menghukum mereka, Ibrahim berharap mereka nantinya akan beriman dan memahami kaumnya. Berbeda dengan Nabi Nuh yang tidak memahami kaumnya dan tidak bermurah hati kepada mereka, sebagaimana tersirat dalam ucapannya, Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan hanya akan melahirkan anak-anak yang berbuat maksiat dan kafir. QS Nuh [71] 27 26. Tentara-tentara Allah yang mampu mengalahkan musuh, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, Sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang QS Al-Shaffat [37] 173. Tentara-tentara yang bertakwa, selalu waspada, pemalu, takut kepada Allah, sabar, dan membutuhkan Allah. Di antara mereka ada yang ahli ibnu dan iman serta mampu menampakkan hal-hal luar biasa karamah sebagai bukti maaam mereka. Mereka melawan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka dengan hal-hal luar biasa, contohnya, orang-orang muslim yang menjadi tentara-tentara Allah. Sedangkan orang-orang mukmin yang tidak mempunyai hal-hal luar luar biasa untuk melawan musuh, mereka bukan tentara Allah meskipun mereka mukmin. Dalam arti hias, setiap orang yang mampu melawan musuh dengan senjata yang dimilikinya, berarti ia termasuk tentara Allah Swt. yang memiliki kemampuan mengalahkan dan menguasai musuh. Mereka mampu mengalahkan musuh karena kekuatan yang diberikan Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. QS Al-Shaff [61] 14. 27. Mukhbitun orang-orang yang terpilih. Allah berfirman, Sesungguhnya mereka di sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang baik QS Shad [38] 47. Allah menjadikan mereka sebagai pilihan, seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Mereka adalah orang-orang terpilih QS Al-Taubah [9] 89, yaitu orang-orang yang paling utama di antara yang lain. Orang-orang pilihan adalah orang yang ilmunya tentang Allah melebihi orang lain, yang dicapai melalui jalan khusus yang hanya diketahui oleh orang-orang seperti mereka. 28. Awwabun orang-orang yang selalu bertobat kepada Allah. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk selalu bertobat kepada-Nya di segala keadaan. Allah berfirman, Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat QS Al-Isra [17] 25. Awwabun adalah orang yang kembali kepada Allah dari segala arah tempat Iblis mendatangi manusia dari depan, belakang, kanan, dan kiri Mereka mengembalikan semua itu kepada Allah sejak awal sampai akhir. 29. Mukhbitun orang-orang yang runduk dan patuh. Allah menganugerahi mereka ketundukan dan kepatuhan yakni ketenangan. Nabi Ibrahim berkata, Akan tetapi, agar hatiku tenang QS Al-Baqarah [2] 260, maksudnya agar ia lega, tunduk, dan tenang di bumi ini Al-Mukhbitun adalah hamba-hamba Allah yang merasa tenang karena Allah, hati mereka merasa tenteram, mempercayai Allah, merendahkan diri di hadapan Yang Maha Meninggikan Derajat dan tunduk kepada kemuliaan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang diberi kabar gembira oleh Allah melalui Nabi-Nya, Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah. Yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada mereka QS Al-Hajj [22] 34-35. Inilah sifat-sifat al-Mukhbitun. 30. Munibun orang-orang yang selalu kembali kepada Allah. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk selalu kembali kepada Allah Swt., seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah QS Hud [11] 75. Orang-orang yang selalu kembali kepada Allah adalah orang-orang yang mengembali kan segala sesuatu kepada Allah. Allah memerintahkan mereka untuk selalu kembali kepada-Nya disertai persaksian bahwa mereka benar-benar telah kembali kepada-Nya. 31. Mubshirun. Allah menganugerahi mereka kemampuan melihat kesalahan-kesalahan mereka dengan mata hati. Ini adalah salah satu sifat khusus orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. QS Al-A'raf [7] 201 32. Muhajirun wa Muhajirat orang-orang yang berhijrah. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk berhijrah yang diilhamkan dan difahamkan kepada mereka. Allah berfirman, Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya sebelum sampai ke tempat yang dituju, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah QS Al-Nisa' [4] 100. Al-Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang diperintahkan untuk ditinggalkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 33. Musyfiaun orang-orang yang selalu berhati-hati. Allah menganugerahi mereka kehati-hatian karena selalu takut kepada Tuhan, seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan azab Tuhan mereka QS Al-Mukminun [23] 57. Orang sering berkata, "Aku takut kepadanya, maka aku berhati-hati terhadapnya." Allah berfirman, Orang-orang yang takut terhadap azab Tuhan-Nya. Karena sesungguhnya manusia tidak dapat merasa aman dari datangnya azab Tuhan QS Al-Ma'arij [70] 26-27. Maksudnya, mereka berhati-hati terhadap siksa Tuhan, tidak merasa aman dari datangnya siksa itu. Para wah yang selalu berhati-hati adalah wah yang takut dirinya akan berubah, jika Allah menenangkan hati mereka dengan adanya kabar gembira bagi mereka, maka mereka mengalihkan kehati-hatian tersebut menjadi rasa kasih sayang terhadap makhluk Allah, seperti kasih-sayang para rasul kepada umatnya. 34. Orang-orang yang dianugerahi Allah kemampuan untuk selalu menepati janji Wafi, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dan orang-orang yang menepati jmji apabila ia berjanji QS Al-Baqarah [2] 177; Orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian QS Al-Ra'd {13] 20. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah ingkar janji. Menepati janji adalah salah satu sifat khusus ahlullah kaum Allah dan barangsiapa melaksanakan segala yang diperintahkan Allah kepadanya dengan sempurna atau bahkan lebih, maka ia termasuk orang yang menepati dan menyempurnakan janji. Allah berfirman, Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji QS Al-Najm [53] 37; Dan barangsiapa selalu menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar QS Al-Fath [48] 10. Mereka adalah orang-orang yang mampu melihat rahasia-rahasia ilahiyah yang tersembunyi Barangsiapa menunaikan semua yang dibebankan Allah kepada-nya dan mampu melihat pengetahuan-pengetahuan yang disembunyikan Allah dari manusia kebanyakan, dialah Wafi. 35. Washilun orang-orang yang selalu menyambung tali silaturrahmi. Allah menolong mereka untuk selalu menyambung tali silaturrahmi, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah supaya dihubungkan QS Al-Ra'd [13] 21. Mereka menyambung tali silaturahmi dengan orang-orang mukmin yang dikucilkan karena pernah melakukan kejahatan, minimal dengan mengucapkan salam kepada mereka, atau lebih dari itu yakni dengan berbuat baik kepada mereka, dan tidak menghukum kejahatan mereka yang telah dimaafkan dan dilupakan. Mereka tidak memutus tali silaturrahmi dengan seorang pun makhluk Allah, kecuali jika Allah memerintahkan mereka untuk menjauhi seseorang, maka mereka membenci sifat atau perbuatan orang itu, bukan orangnya. 36. Khaifun orang-orang yang takut kepada Allah. Allah menganugerahi mereka rasa takut kepada-Nya, atau takut karena mengikuti perintah-Nya. Allah berfirman, Takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman QS Ali 'Imran [3] 175. Allah memuji sifat mereka dalam firman-Nya, Mereka takut kepada suatu hari ketika hati dan penglihatan menjadi goncang QS Al-Nur [24] 37; Mereka takut kepada hisab yang buruk QS Al-Ra'd [13] 21. Apabila mereka takut, mereka meniru sifat para malaikat, seperti yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya, Para malaikat itu takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka. QS Al-Nahl [16] 50 37. Orang-orang yang menghindari sesuatu karena perintah Allah. Allah menganugerahi mereka kemampuan untuk menghindari segala hal yang tidak berguna, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna QS Al-Mukminun [23] 3; Maka berpalinglah hai Muhammad dari orang yang berpaling dari peringatan Kami QS Al-Najm [53] 29. 38 Kurama' orang-orang yang mulia. Allah menganugerahi mereka kemuliaan jiwa, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya QS Al-Furqan [25] 72. Artinya, mereka tidak memperhatikannya, tidak ternodai dan terpengaruh sedikit pun oleh perbuatan orang-orang itu, dan melewatinya begitu saja tanpa menoleh dengan tetap menjaga kemuliaan dirinya. Penutup Biografi Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani Submitted by admin on Mon, 2007-11-19 1648 Yusuf al-Nabhani adalah ulama yang sangat alim, cerdas, wara', pemberi hujjah, takwa, dan ahli ibadah. Ia selalu menyenandungkan cinta dan pujian untuk Rasulullah Saw dalam bentuk tulisan, kutipan,riwayat, karangan, dan kumpulan syair. Nama lengkapnya adalah Nasiruddin Yusuf bin Isma`il al-Nabhani, keturunan Bani Nabhan, salah satu suku Arab Badui yang tinggal di Desa Ijzim, sebuah desa di bagian utaraPalestina, daerah hukum kota Haifa yang termasuk wilayah Aka, Beirut. Al-Nabhani lahir pada 1265 H dan dibesarkan di Ijzim. Ia menghafal Al-Qur'an dengan berguru kepada ayahandanya sendiri, Isma'il bin Yusuf, seorang syaikh berusia 80 tahun. Pada usia lanjut, Isma`il bin Yusuf masih dikaruniai akal, pancaindra, kekuatan, dan hafalan yang sempuma, rajin beribadah, dan bacaan Al-Qur'an-nya sangat bagus. Setiap tiga hari sekali, Isma`il mengkhatamkan Al-Qur'an, hingga khatam tiga kali dalam seminggu. Keistimewaan dan kelebihan ini sangat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan pribadi Yusuf al-Nabhani, yang selalu dibekali hidayah dan ketakwaan dari ayahnya yang saleh di lingkungan yang bersih dan suci. Selesai mengkhatamkan hafalan Al-Qur'an, Yusuf al-Nabhani disekolahkan orang tuanya ke Al-Azhar, dan mulai bergabung pada Sabtu awal Muharram 1283 H. Ia tekun belajar dan menggali ilmu dengan baik dari imam-imam besar dan ulama-ulama umat yang kritis dan ahli ilmu syariat dan bahasa Arab dari empat imam madzhab. Ia sangat tekun berikhtiar dan meminta bimbingan kepada orangorang berilmu tinggi yang menguasai dalil aqli dan naqli, sehingga ia dapat mereguk samudra ilmu mereka dan mengikuti metode keilmuan mereka. Hal ini berlangsung sampai bulan Rajab 1289 H. Kemudian ia mulai berkelana meninggalkan Mesir untuk ikut serta menyebarkan ilmu dan mengabdi kepada Islam, agar bermanfaat bagi kaum muslimin dan meninggikan mercusuar agama. Ketika namanya semakin terkenal, bintangnya semakin bersinar, dan banyak orang mendapatkan bimbingan dan petunjuk darinya, ia diangkat sebagai pejabat pengadilan di wilayah Syam, dan akhirnya menjadi ketua Pengadian Tinggi di Beirut. Pekerjaannya itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan dan niat menolong serta dianggapnya sebagai ibadah disertai niat yang tulus ikhlas. Hatinya senantiasa berzikir dan membaca Al-Qur'an, banyak bershalawat untuk Rasulullah Saw., keluarga, dan sahabat-sahabat beliau. Yusuf al-Nabhani selalu mengisi waktu malam dan siangnya dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah tanpa henti, bosan, atau lupa. Tak terhitung banyaknya peristiwa luar biasa yang terjadi padanya, peristiwa-peristiwa yang hanya dikhususkan untuk para wali dan hamba Allah yang selalu dekat dengan-Nya. la juga tidak meninggalkan aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan orang-orang yang luhur dan dicintai, yakni menyusun dan mengarang berbagai kitab yang sangat mengagumkan. Imam besar ini diyakini mendapatkan ilham kebenaran dari Allah. Kitab-kitabnya yang bernilai tinggi dan agung membahas berbagai disiplin ilmu; ilmu hadis, sejarah Nabi, pujian untuk Nabi, tafsir, pembelaan terhadap Islam, pujian kepada Allah Swt., kisah-kisah tentang wali-wali Allah dan orang-orang khusus-Nya, dan lain sebagainya. Kitab-kitab tersebut tidak mungkin lahir dari kemampuan individualnya belaka, tetapi dibantu dengan karamah, kekuatan, dan pertolongan dari Allah Swt. Jika Allah mencintai hamba-Nya yang benar, maka Dia menjadikan pendengaran-Nya sebagai pendengaran hamba- Nya, dan penglihatan-Nya sebagai penglihatan-hamba-Nya. Submitted by admin on Thu, 2007-08-02 0959 Buku ini judul aslinya adalah Jami' Karamat al-Aulia'. Buku ini diterbitkan beberapa kali di Indonesia dalam beberapa judul, antara lain Kisah-kisah Karamah Wali Allah dan Mukjizat Para Wali Allah. Pengarangnya adalah Yusuf bin Ismail an-Nabhani. Membaca buku ini insya Allah kesedihan dan ketakutan diri kita akan sirna. Jangan pernah bersedih lagi, betapa para wali tidak pernah bersedih dan takut menghadapi apapun yang ada. Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Karena janji Allah tidak pernah ingkar. Rasulullah Saw. dalam sabdanya, Sesungguhnya ada golongan hamba Allah yang bukan termasuk nabi dan bukan syuhada syahid, yang pada hari kiamat nanti mereka menempati tempat para nabi dan syuhada. Para sahabat lalu bertanya, Ya, Rasulullah, beritahu kami siapa mereka itu? Apa pekerjaan mereka ? Semoga kami bisa mencintai mereka. Nabi menjawab, Mereka adalah satu kaum yang saling mencintai karena Allah, bukan karena hubungan satu rahim, juga bukan karena harta yang mereka miliki. Demi Allah, wajah mereka bercahaya. Mereka berada di atas mimbar cahaya, mereka tidak pernah takut ketika orang-orang ketakutan, mereka juga tidak bersedih ketika orang-orang merasa sedih HR. Umar bin Khattab. Buku ini merupakan khazanah yang luar biasa tentang fenomena karamah wali-wali Allah yang dihimpun dari banyak sumber klasik karya para wali dan ulama yang diakui kapabilitasnya di seluruh penjuru dunia. Di dalamnya, karamah dibahas secara rinci dan jelas, didukung argumen kuat dari Al-Qur’an, Sunnah, dan peristiwa-peristiwa nyata yang diriwayatkan secara sahih. Dalam buku ini juga menuturkan tentang konsep dan landasan karamah, mukjizat Nabi Muhammad Saw. sebagai wali Allah yang paling agung, dan karamah sahabat-sahabatnya. Kisah-kisah ajaib tentang mereka semoga dapat menjadi bahan renungan kita untuk menambah keimanan kepada Allah dan meneladani kepatuhan mereka kepada-Nya, kearifan, kebersahajaan, dan kerendahan hati mereka yang telah dianugerahi kemuliaan. Guru-guru Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani Submitted by admin on Mon, 2007-11-19 1716 Yusuf al-Nabhani mereguk samudra ilmu dan imam-imam ternama di Al-Azhar. Di antaranya adalah Syaikh Yusuf al-Barqawi al-Hanbali, syaikh pilihan dari mazhab Hanbali Syaikh Abdul Qadir al-Rafi'i al-Hanafi al Tharabulusi, syaikh pilihan dari masyarakat Syawam Syaikh Abdurrahman al-Syarbini al-Syafi`i Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al-Syafi'i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapatjulukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu. Dan gurunya ini, Yusuf al-Nabhani belajar Syarah Kitab al-Ghayah wa al-Tagrib fi Fighi al-Syafi`iyyah karya Ibnu Qasim dan Al-Khathib al-Syarbini, dan kitab-kitab lainnya dalam waktu 2 tahun. Syaikh Abdul Hadi Naja al-Ibyari wafat tahun 1305 H. Syaikh Hasan al-'Adwi al-Maliki wafat tahun 1298 H. Syaikh Ahmad al-Ajhuri al-Dharir al-Syafi`i wafat tahun 1293 H. Syaikh Ibrahim al-Zuru al-Khalili al-Syafi'i wafat tahun 1287 H. Syaikh al-Mu'ammar Sayyid Muhammad Damanhuri al-Syafi`i wafat tahun 1286 H. Syaikh Ibrahim al-Saga al-Syafi'i wafat tahun 1298 H Darinya, Yusuf al-Nabhani mempelajari kitab Syarab `al-Tahrir dan Manhaj karya Syaikh Zakaria al-Anshari al-Syafi`i, berikut catatan pinggir kedua kitab tersebut, selama tiga tahun, hingga Al-Nabhani dianugerahi ijazah sebagai pertanda atas kapasitas dan posisi keilmuannya. KISAH PENGALAMAN WALI ALLAH tuesday, 11 march 2008 SOLO Lidahwali Suatu kisah pengalaman seorang wali bernama Yasid Bustami. Satu hari seorang temannya datang pada Yasid Bustami untuk mengadu, “Saya telah berpuasa tiap hari dan melakukan salat setiap malam selama 30 tahun tetapi tidak juga memperoleh keringanan batin seperti yang engkau ceritakan. Yazid Bustami pun memotong kata-kata temannya “Kalaupun engkau melakukan salat dan berpuasa selama 300 tahun, engkau pasti tidak dapat menemukannya.” “Kenapa?” Tanya temannya. Jawab Yazid, “Sifatmu yang mementingkan diri sendiri dan serakah menjadi penghalang dan hijab antara engkau dengan Allah. Teman itu lantas bertanya, “Katakanlah padaku apakah obatnya?” “Ada obatnya ,” kata Yasid, “Tetapi engkau tidak akan sanggup melakukannya.” Setelah dipaksa oleh temannya. Yasid pun berkata, “Pergilah ke tukang pangkas rambut yang terdekat dan guntinglah janggutmu. Bukalah bajumu kecuali ikat pinggang yang melingkari pinggangmu. Ambillah karung yang biasa diisi makanan kuda, isilah buah kenari dan gantungkanlah karung itu di lehermu. Kemudian pergilah ke pasar sambil menangis, teriakkanlah seperti ini, “Setiap anak-anak yang memukul batang leherku akan mendapat sebiji kenari.” Selanjutnya pergilah ke pengadilan, hakim dan ahli hukum, katakanlah kepada mereka, “Selamatkanlah jiwaku.” Teman itu berkata, “Sungguh aku tidak sanggup berbuat begitu. Berilah cara pengobatan yang lain.” Yazid berkata, “Yang aku ceritakan tadi adalah cara pengobatan pendahuluan yang sangat perlu dilakukan untuk mengobati penyakit mu. Tapi sebagaimana yang kau katakan tadi, engkau tidak dapat disembuhkan lagi.” Yazid Bustami seorang wali Allah yang mukasyafah dapat membaca hati rahasia batin temannya yang berjuang untuk nama, pangkat dan sanjungan manusia. Sebab itu Beliau perintahkan sahabat itu bermujahadah dengan nafsunya dengan cara menghina diri di pasar dan mengaku jahat di hadapan hakim. Perintah itu memang berat, tetapi bagi Yazid tidak ada jalan lain lagi. Itulah cara mujahadatunafsi yang mesti dilakukan oleh orang itu. Hanzhalah bin Abu Amir Pejuang Islam yang Dimandikan Malaikat Kenikmatan dunia tidak sebanding nikmatnya menghadap sang Khalik dalam keaaan syahid. Begitulah prinsip yang dipegang oleh salah seorang sahabat Rosulullah saw, Hanzhalah Bin Abu Amir Ia pemuda sedehana. Namun berkat ajaran suci Rosulullah saw, juga latar belakangnya yang bersahaja, ia pun tumbuh menjadi sosok yang tidak pernah minder, dn gampang putus asa. Ia tek pernah merasa gentar kala harus membela kebenaran risalah suci yang dibawa Nabi saw. Pribadinya juga istimewa, karena Hanzhalah adalah Abu Amir Bin Syafy, yang biasa dipanggil Abu Amir. Abu Amir merupakan salah satu tokoh pemuka suku Aus pasa masa jahiliyah. Ketika ajaran islam mulai menerangi Madinah, t4empat ia tinggal, ia berada di garis terdepan barisan kaum penentang. Tak heran, Rosulullah saw menyebut Abu Amir dengan panggilan “Si Fasik”. Abu Amir kemudian memilih meninggalkan Madinah agar bias menghindari seruan islam yang dibawa Rosulullah saw, sekaligus mencari teman yang bias diajak menumpahkan dendam. Ia pun bergabung dengan kaum kafir Quraisy pimpinan Abu Shufyan. Di tengah-tengah kaum Quraisy Makkah ini Abu Amir gencar melancarkan propaganda tentang perlunya membendung tumbuh-kembangnya islam, serta memusuhi Rosulullah saw Sementara itu de Madinah dalam keadan siaga penuh. Kaum muslimin sudah mengetahui rencana penyerangan pasukan Abu Shufyan. Madinah genting. Dalam situasi seperti itu, Hanzhalah dengan tenang hati melangsungkan pernikahan. Sungguh tindakannya utu merupakan gambaransosok yang senantiassa tenang menghadapi berbagai macam keadaan. Sebagaimana layaknya pengantin baru, malam pertama Hanzhalah pun dilewati dengan penuh kebahagiaan. Penuh cinta, kasih sayang juga kemesraan. Semua itu seakan menjadi bumbu penyedap di setiap degup jantung di malam indah yang tidak mengharapkan pagi segera datang. Memng, saat seperti itu, hal-hal yang sebelumnya diharamkan bagi seorang laki-laki dan perempuan, berubah menjadi halal. Bahkan berpahala besar. Sebanding sengan membunuh 70 Yahudi! Ketika kedua insane itu tengah asyik bercengkrama memadu kasih, tiba-tiba dari kejahuan terdengar seruan. Suara itu lama-lama terdengar makin keras. “Hayya’alal jihad, hayya’alal jihad…,” kian semangat. Suara itu terdengar sangat tajam menusuk telinga Hanzhalah dan terasa menghunjam dalam di dadanya. Suara itu seolah-olah irama surgawi yang ia nanti-nanti. Hanzhalah pun segera melepaskan pelukan diri dari sang istri, kemudian bergegas mengambil peralatan perang yang memang telah lama dipersiapkan. Sejurus kemudian ia lari menuju medan perang. Di daerah Uhud kaum muslimin mempertaruhkan nyaqwa menghadapi pasukan Abu Shufyan. Di gurun pasir yang kering dan tandus itu Hanzalah mencabut pedangnya lalu berkelebat mencari mangsa. Dengan gagah berani ia terobos pasukan musuh, yang jumlah mereka lebih banyak dari pasukan kaum muslimin. Satu persatu tubuh orang Quraisy terluka bersimbah darah dan juga tewas berkalang tanah terkena sabetan pedang Hanzhalah. Kemahirannya bertempur benar-benar terbukti di perang Uhud ini. Hanzhalah bahkan berhasil menerobos brikade pasukan pengawal Abu Shufyan. Ia pun berhadap-hadapan langsung dengan tokoh Quraisy yang satu itu. Menurut kesaksian bebrapa orang, Hanzhalah bertarung sengit melawa Abu Shufyan. Bahkan ia tampak lebih unggul dan hamper meraih kemenangan. Sejengkal lagi pedangnya yang tajam hendak menebas tubuh Abu Shufyan, pada saat itu juga, Syadad bin al-Aswad, seorang tokoh Quraisy lainnya, tiba-tiba menikam Hanzhalah dari belakang. Sengguh tindakan seorang pengecut. Cara bertarung yang tidak jantan. Namun semua sudah ditakdirkan Allah SWT, sang pengantin baru itu pun gugur sebagai meninggal dengan senyum penuh kemenangan. Perang Uhud memang mengakibatkan kerugian besar bagi umat islam. Salah satunya adalah gugurnya Hamzah bin Abu Mutholib, pelindung Nabi saw dan pembela islam yang gigih. Termasuk Hanzhalah dan para sahabat yang lainnya. Saat Rosulullah saw dan para sahabat lainnya melakukan pengecekan jenazah, beliau menemukan jasad Hanzhalah. Betapa beliau terkejut, atas ijin Allah SWT, beliau melihat jasad Hanzhalah tengah dimandikan para malaikat. Sebuah peristiwa yang belum pernah beliau saksikan sebelumnya. Peristiwa luar biasa itu pun beliau kabarakan kepeda para sahabat. Membuat Abu Sa’ad as-Saidi penasaran dan mendekati jasad Hanzhalah, hendak mencari tahu banyak. Kedua matanya pun terbelalak. Ia melihat ada bekas tetesan air di kepala jenazah Hanzhalah yang menyunggingkan senyum itu. Apa yang terjadi pada jenazah Hanzhalah itu memebuat para sahabat bertanya-tanya. Di rumah Hanzhalah, seorang sahabat menceritakan peristiwa tersebut kepada istri Hanzhalah. Perempuan shalihah yang cantik dan anggun itu pun menjawab, “Dia pergi ke medan perang ketika mendengar seruan jihad. Padahal pada waktu itu dia masih dalam keadaan junub.” Rosulullah pun menjelaskan, “Sebab itulah ia dimandikan para malaikat.” Hanzhalah bin Abu Amir kemudian dikenal dengan sebutan “Ghoisulmalaikat” orang yang dimandikan para malaikat. thursday, 25 september 2008 Tak Ada Kain Kafan Cukup Menutupi Jenazahnya Meniggalkan kemewahan dunia demi menggapai Surga. Itulah yang dilakukan Mus’ab bin Umair ketika masuk islam. Dia pemuda kota Makkah yang didambakan para ibu agar menjadi menantunya. Di samping tampan perilakunya juga baik, murah senyum dan sopan, idaman dan pujaan para wanita. Hal itu dapat dipahami karena Mus’ab anak orang berada. Kedua orang tuanya kaya raya. Ia juga sangat dimanja. Apa pun yang ia minta selalu dituruti orang tuanya. Ketika panaran cahaya islam mulai menyebar di bumi Makkah, orang-orang ribut membicarakan hal itu. Mak tentang Rosulullah pun terdengar juga di telinga Mus’ab. Ai penasaran, tertari mengetahui lebih jauh tentang Nabi terahir itu, serta ajaran yang dibawanya dan tengah disebarluaskannya. Suatu hari terdengar kabar bahwa Muhammad tengah berceramah di bukit shoffa, di hadapan puluhan manusia. Dan Mus’ab pun menuju ke sana. “Wahai keluarga Gholib, keluarga Fihr dan keluarga Quraisy yang lain,”sabda Nabi saw, “kalau kukatakan di balik lembah ini ada segerombolan musuh hendak menyerang kalian, apakh kalian percaya?” “Tentu, Muhammad. Sebab engkau belum pernah berbohong kepada kami!” jawab mereka serentak. “Ketahuilah, bahwa aku adalah nabi terahir yang diutus Allah untuk kalian, umat manusia.” Serentak yang mendengar jadi ribut. Paling marah Abu Jahal. “Celak kau, Muhammad!” kutuknya sengit. Berbeda dengan Mus’ab. Ia tidak demikian. Mendengar hal itu, hatinya tersentuh. Saat itu juga batinnya bertarung. Bingung. Hendak mempertahankan keyakinannya selama selama ini yang diwarisi dari nenek moyangnya yakni menyembah berhala, atau Allah yang Maha Esa sebagaimana ajaran Muhammad saw. Mus’ab gundah. Di lain kesempatan, Mus’ab menemui Muhammad saw di rumah seorang penduduk Mekkah bernama Arqom. Ia mengutarakan kegelisahan hatinya, sekaligus bertanya banyak hal tentang islam. Nabi pun menjelaskannya dengan rinci, halua san mengena. Mus’ab terpesona. Gundah gulana jadi hilang. Perasaannya tenang. Di akhir pertemuan, Mus’ab mengucapkan kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam. Ketika ibunya tahu tentang hal itu, ia marah besar. Mus’ab dihukum, dimasukkan dalam penjara rumahnya. Ibunya berjanji tidak akan membebaskan Mus’ab sebelum Mus’ab kembali pada ajaran nenek moyangnya –menyembah berhala-, dan keluar dari agama yang baru saja dipeluknya. Hingga suatu ketika, tersiar kabar bahwa umat islam Mekkah hendak berhijrah menuju Habasyah guna menyelamatkan akidah. Maka ia pun berhasil lolos dari penjara rumahnya, kemudian ikut hijrah bersama umat Islam lainnya menuju Habasyah. Beberapa bulan kemudian umat islam pulang kembali ke Mekkah. Orang-orang Mekkah terkejut melihat keadaan Mus’ab. “Pemuda itu, yang dahulu sering berpakaian bagus, necis dan rapi, kini keadaannya tak ubahnya seperti gelandangan. Pakaiannya compang-camping, banyak jahitan dan tambalan di mana-mana”. Umat Islam pun banyak yang meneteskan air mata mengetahui keadaan Mus’ab ini. Mereka haru, sekaligus kagum. Mus’ab, ia rela melepaskan kemewahan dunia demi menjaga dan membela agama. Namun hati mereka juga sedikit bahagia karena Mus’ab masih selalu tersenyum seperti dulu. Seolah tak merasa menderita dengan keadaannya yang demikian. Tepatnya 7 syawal tahun ke-3 Hijriah, perang Uhud meletus. Mus’ab berada di garda terdepan barisa umat islam. Saat itu umat islam bias dikatakan kalah perang. Kondisi Nabi saw sendiri sangat riskan. Ia terdesak lawan dan mulai terluka. Melihat hal itu, Mus’ab menuju ke arahnya. Mus’ab melindungi Nabi dari kepungan musuh. Bendera islam yang semula dipegang Nabi saw kini pindah ke tangan Mus’ab. Pemuda itu berjung ganda; melindungi Nabi saw sekaligus menjaga bendera islam, ia gigih bertarung membasmi para musuh islam. Banyak korban berjatuhan di ujung pedangnya. Dan akhirnya ia juga gugur. Mus’ab yang berjasa besar pada Nabi saw dan umat islam lainnya telah tiada. Nabi saw juga haru, sebab ketika jenazah itu hendak dikafani, tak ada kain yang cukup menutupinya. Jenazah itu akhirnya hanya ditutup dengan kain burdah berukuran kecil. Jika kepala jenazah Mus’ab ditutupi, kedua kakinya kelihatan. Jika ganti kedua kakinya yang ditutupi, kepalanya jadi kelihatan. Mus’ab bin Umair, ia rela meninggalkan kemewahan dunia demi mempertahankan keyakinannya. RUSLAN NZ Pernah dimuat “Suara Muhammadiyah” NO. 02 TH KE- 91// 16-31 Januari 2006 M. FATIMAH AL ZAHRA PEMIMPIN WANITA SURGA Fatimah al Zahra as ucapan Alaiha Salam silakan rujuk misalnya dalam Sahih Bukhari, Juzuk 5, hadis 368, dan 546 adalah putri Rasulullah SAW. Ibunya Khadijah adalah istri Rasulullah SAW yang pertama dan amat dikasihinya. Tentang Khadijah, Rasulullah SAW pernah bersabda yang bermaksud “Empat wanita yang terbaik ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Muzahim istri Firaun.” Muhibuddin al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba fi Manaqib Dhawi al-Qurba, Al Hakim alam al Mustadrak, Juzuk 3, hlm 157.Fatimah AH mempunyai nama-nama timangan seperti Ummal Hasan, Ummal Husayn, Ummal Muhsin, Ummal A'immah dan Umma Abiha Bihar al Anwar' Juzuk 43, hlm16 Rasulullah SAW menggelarkannya Fatimah AH sebagai “Ummu Abiha” bermaksud ibu kepada ayahnya. Ini karena Fatimah AH senantiasa mengambil berat tentang ayahnya yang dikasihi itu. Selain daripada itu gelaran-gelaran lain ialah Zahra, Batul, Siddiqah Kubra Mubarakah, Adhra, Tahirah, dan Sayyidah al Nisa Bihar al-Anwar, Juzuk 43, hlmn16Fatimah dilahirkan pada 20 Jumadil Akhir di Mekkah yaitu pada Hari Jumat, tahun kelima selepas kerasulan Nabi Muhammad SAW Manaqib Ibn Shahrashub, Najaf, Juzuk 3, hlm 132 al Kulaini, al Kafi; Misbah al-Kaf'ami Syeikh al Mufid, Iqbal al-Amal. Tempat beliau dilahirkan ialah di rumah ayahanda dan ibundanya yaitu Rasulullah SAW dan Khadijah ak Kubra. Beliau AH wafat pada tahun ke-11 hijrah yaitu selepas enam bulan kewafatan ayahandanya Rasulullah SAW al Bukhari, Sahih, Juzuk 5, Hadith 546Kelahiran Fatimah AH amat menggembirakan Rasulullah SAW. Beliau SAW bersabda tentang Fatimah AH “Dia adalah daripada ku dan aku mencium bau surga dari kehadirannya.” Kasyf al-Qummah, Juzuk 2, hlm 24.Mengapa diberikan Nama Fatimah? Menurut Imam Ali al Ridha AS nama "Fatimah" diberikan oleh Rasulullah SAW Fatimah AH dan para pengikutnya terpelihara dari api neraka. Imam Ja'far al-Sadiq AS berkata “Rasulullah SAW bersabda kepada Ali AS Tahukah kamu nama mengapa nama Fatimah diberikan kepadanya? Ali menjawab Mengapa dia diberikan nama itu? Dia Rasulullah SAW bersabda Karena dia dan shiahnya akan diperlihara dari api neraka.” Ketika masih berumur dua tahun Fatimah AH turut bersama-sama ayah dan bundanya di perkampungan Shi'bi Abi Talib karena di boikot oleh masyarakat Mekkah. Kemudian pada tahun ke sepuluh kerasulan, ibunya Khadijah pula meninggal dunia. Peristiwa ini menjadikan Fatimah banyak bergantung hidup kepada ayahnya Muhammad Rasulullah peristiwa hijrah ke Madinah, Fatimah AH bersama-sama dengan rombongannya yaitu Fatimah binti Asad bin Hashim yaitu ibu kepada Imam Ali AS, Fatimah binti al-Zubair bin Abdul Muttalib, Fatimah binti Hamzah, dan juga Ayman dan Abu Waqid al-Laithi berhijrah ke Madinah. Rasulullah SAW telah sampai dahulu di Quba, Madinah. Sebelum meninggalkan Mekkah Rasulullah SAW telah mengarahkan Ali bin Abi Talib supaya menyusul bersama keluarganya kemudian. Justru, rombongan hijrah tersebut diketuai oleh Ali bin Abi Talib AS. berbagai sumber WALI WAFAT DI HADAPAN PARA WALI Ada seorang wali Allah bernama Abu Jahir telah keluar dari negerinya dan tinggal di sebuah tempat yang jauh dari kampung asal bersama istri dan keluarganya yang lain. Di tempat baru ini, dia telah mendirikan sebuah masjid dan beribadah di situ dengan tekun dan tenang. Beliau senantiasa dikunjungi oleh orang yang ingin belajar dan mendalami jalan menuju Allah SWT. Pada suatu hari seorang wali Allah yang lain bernama Soleh Al-Mari berazam untuk menziarahi Abu Jahir untuk mendapatkan barakah dari beliau. Maka pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Soleh ke negeri tempat tinggalnya Abu Jahir. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan Muhammad bin Wasi’, kenalannya yang juga seorang Wali Allah. “Assalaamuálaikum.” kata Soleh.“Waálaikumussalaam warahmatullah” jawab Muhammad bin Wasi’Kedua wali Allah ini pun berpelukan sambil bertanya kabar masing-masing dan berbual mengenai masalah kesufian.“Engkau hendak pergi ke mana?” tanya Muhammad.“Aku hendak menziarahi rumah Abu Jahir” “Ke rumah Abu Jahir?”“Ya, betul”“Masya Allah, aku juga hendak pergi bersama.” Kedua-duanya pun berangkat menuju ke tempat tinggal Abu Jahir dan setelah berjalan beberapa batu, mereka bertemu dengan seorang lagi Wali Allah bernama Hubaibul Ajami. Mereka bersalaman dan bertanya kabar.“Hendak ke mana anda berdua ini?” tanya Hubaibul Ajami.“Kami hendak menziarahi rumah Abu Jahir”“Aku juga dalam perjalanan ke sana.”“Kalau begitu eloklah kita pergi bersama”Mereka meneruskan perjalanan dalam keadaan yang sungguh menggembirakan karena bilangan mereka semakin ramai. Setelah sampai di suatu tempat, tiba-tiba mereka berjumpa dengan Malik bin Dinar, seorang wali Allah yang masyhur. Mereka bersalaman.“Hendak pergi ke manakah kamu ini?” tanya Malik bin Dinar.“Kami hendak menziarahi rumah Abu Jahir”“Subhanallah, aku juga sedang menuju ke sana.”“Kalau begitu, kita pergi bersama.”Sekarang mereka menjadi berempat dengan tujuan yang sama. Dengan kuasa Allah SWT, di tengah perjalanan, mereka berjumpa seorang lagi rekan Wali Allah yang bernama Thabit Al-Bannani. Mereka pun bersalaman dan saling bertanya kabar.“Kamu hendak ke mana?” tanya Thabit.“Kami hendak menziarahi rumah Abu Jahir”“Masya Allah, saya juga akan ke sana.”“Kalau begitu, kita pergi bersama.”“Segala puji-pujian bagi Allah SWT yang telah mengumpulkan kita dan pergi bersama-sama walaupun tanpa perjanjian” kata Thabit Al-BannaniBerjalanlah ke lima Wali Allah berkenaan menuju rumah Abu Jahir. Sepanjang perjalanan, mereka tidak putus-putus memuji dan bersyukur kepada Allah SWT justru mengaruniakan peluang berjalan bersama menuju ke rumah Wali-Nya. Tidak satu pun ucapan yang keluar dari mulut mereka melainkan perkataan yang mendatangkan berjalan beberapa lama, mereka singgah di suatu tempat untuk berehat dan salat.“Marilah kita salat dua rakaat di sini, agar tempat ini ikut menjadi saksi esok di hari Kiamat di hadapan Allah Azza Wajalla” kata Thabit Al-Bannani“Satu cadangan yang baik” sahut yang mereka mengerjakan salat bersama-sama dengan penuh khusyuk dan tawaduk. Setelah menunaikan salat, mereka berdoa untuk kepentingan umat Islam sekaliannya untuk di dunia dan di akhirat. Kemudian mereka meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba di rumah Abu kedamaian pada mereka apabila terpandang rumah dan masjid yang didirikan oleh Abu Jahir. Namun mereka tidak terburu-buru mengetuk pintu atau minta izin untuk masuk demi menjaga peradaban Wali Allah. Mereka pun duduk di masjid menunggu Abu Jahir keluar untuk salat. Tidak berapa lama kemudian, waktu Zuhur pun masuk. Maka keluarlah Abu Jahir tanpa berucap apa-apa sebaliknya terus masuk ke masjid, berazan, iqamat dan salat. Kelima tetamunya yang mulia itu salat berjemaah berimamkan Abu salat, barulah mereka menemui Abu Jahir satu persatu. Mula-mula sekali Muhammad bin Wasi’. “Assalaamuálaikum” kata Muhammad“Waálaikumussalaam” jawab Abu Jahir disambung dengan pertanyaan “Anda ini siapa?”“Saya saudaramu Muhammad bin Wasi’ ““O...Kalau begitu andalah orang Basrah yang terkenal paling bagus salatnya itu kan?”Muhammad diam tanpa berkata Thabit Al-Bannani maju ke hadapan.“Siapakah anda ini?” tanya Abu Jahir“Saya saudaramu Thabit Al-Bannani”“O...Kalau begitu kamu yang dikatakan sebagai orang Basrah yang paling banyak salatnya itu kan?” Tanya Abu juga diam tanpa berkata pula giliran Malik bin Dinar.“Siapakah anda ini?” tanya Abu Jahir“Saya saudaramu Malik bin Dinar” jawabnya.“Masya Allah, jadi kamulah yang termasyhur sebagai orang yang paling zuhud di kalangan penduduk Basrah, bukan?”Malik juga tidak berkata apa-apa. Kemudian Hubaib Al-Ajami menemui Abu Jahir.“Anda ini siapa?” tanya Abu Jahir“Saya adalah saudaramu Hubaib Al-Ajami”“Masya Allah, kalau begitu andalah yang terkenal di kalangan penduduk Basrah sebagai orang yang mustajab doanya” kata Abu JahirSeperti yang lain, Hubaib mendiamkan diri. Akhirnya tiba giliran Soleh Al-Mari maju ke hadapan untuk memperkenalkan dirinya.“Anda pula siapa?” tanya Abu Jahir.“Saya saudaramu Soleh Al-Mari” jawabnya. “Subhanallah, kalau begitu andalah yang terkenal di kalangan penduduk Basrah sebagai qari yang fasih dan bagus suaranya.”Soleh juga tidak mengeluarkan sepatah Jahir bertafakur sebentar seperti mengenangkan sesuatu.“Aku sebenarnya sangat rindu dan ingin mendengar suaramu wahai saudaraku” kata Abu Jahir. “Oleh itu, aku suka engkau bacakan empat atau lima ayat Al Quran karena aku ingin sangat mendengarnya.”Soleh menemui permintaannya lalu dia membuka Al Quran dan membaca Surah Al Furqan Ayat 22 yang bermaksud “Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka berkata “Hijraan mahjuuraa” Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu debu yang beterbangan”Sebaik saya mendengar bacaan debu yang beterbangan’, Abu Jahir berteriak kuat sehingga pingsan disebabkan rasa ketakutan yang teramat sangat kepada Allah SWT. Apabila beliau sadar dari pingsannya, dia berkata “Silakan ulangi pembacaan ayat tadi”Soleh mengulangi bacaannya dan apabila sampai kepada “Debu yang beterbangan”, sekali lagi Abu Jahir berteriak sehingga rebah di tempat sujud dan wafat ketika itu dan teman-teman Wali Allah nya sangat terharu menyaksikan kewafatan Abu Jahir yang mengkagumkan itu. Beliau wafat dalam keadaan amat ketakutan mendengar Kalam Ilahi. Tidak lama kemudian, istri Abu Jahir muncul.“Siapakah kalian ini?” tanya isteri Abu Jahir.“Kami datang dari Basrah. Yang ini Malik bin Dinar, Hubaib Al-Ajami, Muhammad bin Wasi’, Thabit Al-Bannani dan saya adalah Soleh Al-Mari” jawab Soleh mewakili para aulia sahabatnya perempuan itu berkata “Innaa lillaahiwainnaa ilaihi raajiúun...kalau begitu Abu Jahir telah wafat”Soleh dan rakan-rakan wali Allah nya merasa heran terhadap perempuan itu, karena dia telah memastikan kematian suaminya, padahal dia belum menyaksikannya dan mereka juga belum memberitahunya apa yang telah terjadi.“Dari mana puan tahu bahwa Abu Jahir telah wafat?” tanya mereka keheranan.“Saya telah banyak kali mendengar doanya di mana beliau sering mengucapkan “Ya Allah, kumpulkanlah para Aulia-Mu pada saat ajalku” dan perempuan itu menyambung “Jadi, tidaklah kamu berkumpul di sini sekarang ini melainkan Abu Jahir telah wafat”Rupa-rupanya doa Abu Jahir telah dimakbulkan Allah para Aulia itu pun menguruskan mayatnya dari memandikan, mengafankan, menyembahyangkan sehinggalah Suci Allah, yang telah mewafatkan hamba-Nya yang mulia dan diuruskan oleh tangan-tangan yang mulia pula. Semoga kita dikumpulkan oleh Allah SWT dalam golongan orang yang baik-baik dan mati syahid. Amin Ya Rabbal Aa’lamiin. Wallahu-a’lam bissawwab.... Sumbangan Webmaster, Petikan/Rumusan Kembali dari Kisah Wali-Wali Allah’ Karangan Syaikul Imam Abdullah bin Asad Ali bin Sulaiman bin Fallah Al-Yafii, AlYamany Asy-Shafii KISAH WALI ALLAH IBRAHIM AL-KHAWAS Ibrahim al-Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya, “Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah. Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani Pendita Kristian.”Bila dia melihat aku dia pun berkata, “Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?” Ibrahim segera menjawab, “Ya, tidaklah aku akan menghalangi kehendakmu itu.”Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tanpa meminta makanan sehinggalah rahib itu menyatakan rasa laparnya kepadaku, katanya, “Tiadalah ingin aku memberitakan kepadamu bahawa aku telah menderita kelaparan. Kerana itu berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu.”Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun bermohon kepada Allah dengan berkata, “Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan seteru engkau ini.” Belum pun habis Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging masak dan tamar. Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan seronok sekali.”Sesudah itu aku pun meneruskan perjalananku. Sesudah tiga hari tiada makanan dan minuman, maka di kala pagi, aku pun berkata kepada rahib itu, “Hai rahib Nasrani, berikanlah ke mari sesuatu makanan yang ada kamu. Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu.” Sambung Ibrahim lagi, “Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu - Demi kemuliaan dan ketinggian Allah, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan hal ini kepadaku.”Jawab rahib itu, “Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah telekan makrifah pengenalan engkau kepadaku, lalu aku memeluk agama engkau. Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kemuliaan engkau, tiadalah dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu kalimah syahadah.” “Maka sucitalah aku setelah mendengar jawapan rahib itu. Kemudian aku pun meneruskan perjalanan sehingga sampai ke Mekah yang mulia. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tiada kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di masjidil haram, tiba-tiba aku mendapati dia sedang bersembahyang di sisi Kaabah.”Setelah selesai rahib itu bersembahyang maka dia pun berkata, “Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir perjumpaanku dengan Allah, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persausaraanku denganmu.” Sebaik sahaja dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir iaitu pulang ke rahmatullah. Seterusnya Ibrahim menceritakan, “Maka aku berasa amat dukacita di atas pemergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kapan dan pengebumiannya. Apabila malam aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu cantik sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah.”Melihatkan itu, Ibrahim pun terus bertanya, “Bukankah engkau ini sahabat aku kelmarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?” Dia menjawab, “Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik zanku kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan berhampiran dengan engkau di akhirat.”Begitulah persahabatan di antara dua orang yang berpengetahuan dan beragama itu akan memperolehi hasil yang baik dan memuaskan. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktian kepada Allah, maka dia ditarik kepada Islam dan mengalami ajaran-ajarannya.” Bahaudin Nur Salim atau yang lebih dikenal dengan Gus Baha dalam ceramahnya seringkali bercerita tentang kisah-kisah para wali, tetapi ada hal yang menarik dari beliau. Beliau lebih banyak bercerita tentang wali bukan karena keramat-keramatnya, akan tetapi beliau bercerita tentang bagaimana para wali berhubungan atau bermunajat dengan Allah suatu ketika beliau bercerita tentang kisah seorang wali yang ahli ibadah dengan mengutip kitab Syarah atas kitab Hikam karangan Ibnu Atha’illah as-Sakandari yang wafat pada tahun 709 hijriyah. kisah para wali“Ada cerita lucu, masyhur itu. Ada seorang wali, tapi tukang hamal pemikul barang. Karena dia seorang wali, setelah dapat makan satu piring, dia merasa cukup, kemudian pulang dia, karena tidak ingin kaya. Setelah itu dia ibadah terus,” cerita Gus ketika wali tersebut bermunajat kepada Allah agar dibeli kemudahan mencari rejeki tanpa harus bekerja keras menjadi buruh pikul, karena dia hanya butuh sedikit harta untuk keperluan ibadah saja. Kemudian, pada suatu waktu si wali tadi mendapat ujian dengan dituduh sebagai pencuri di pasar dan akhirnya ditahan di penjara. Di penjara tersebut, wali tadi mendapat makan setiap pagi dan sore. Kemudian si wali tadi bermunajat.“Ya Allah kenapa jadinya begini. Kemudian mendapat balasan, kan kamu minta rizki tanpa kerja, ya dipenjara itu,” tutur Gus Baha yang disambut gelak tawa para waktu ketika Gus Baha menjadi pembicara di acara Haul Abdul Hamid Pasuran beliau menuturkan kisahnya untuk ingin menjadi wali.“Begini, dulu saya pernah cita-cita jadi wali, karena punya pernah mbah wali yaitu Abdul Hamid. Kecil saya itu sering diajak sowan Mbah Hamid, setelah agak besar kok prosedurnya agak sulit,” dawuh Gus Baha yang membuat para audien kita yang sebelumnya sering mendengarkan atau mengikuti pengajian beliau, beliau selalu guyon ingin menjadi wali, tetapi bisa saja itu bukan guyonan tapi memang keinginan beliau. Ketika beliau sedang satu forum dengan kiai lain, beliau sering mengajak untuk berlomba menjadi wali dengan kiai suatu waktu yaitu dalam acara Haul Ahmad Shiddiq yang merupakan pengajian terakhir beliau di publik sebelum wabah saat ini menjadi parah, beliau menjelaskan mengapa selalu mengampanyekan diri untuk ingin menjadi wali.“Kenapa saya akhir-akhir ini sering gulirkan daftar menjadi wali. Karena saya ini resah, orang sudah ingin dicintai pejabat, dicintai tetangga, dan dicintai teman. Kadang-kadang orang itu lupa untuk ingin dicintai Allah. Makanya meskipun saya guyon, tapi ini amdan sengaja bukan sahwan. Supaya orang punya cita-cita lagi jadi wali, ingin dicintai Allah. Kita ini terlalu lama ingin dicintai mahluk. Mbok yaho naik kelas sedikit, ingin dicintai Allah,” papar Gus Gus Baha sering mengatakan sulitnya menjadi wali, beliau juga memberikan cara mudah menjadi wali melalui sebuah cerita dari kisah Syaikh Abu Yazid al-Bustomi.“Banyak kitab yang menjelaskan bahwa Abu Yazid al-Butomi pernah tanya kepada Allah. Ya Allah, orang hebat seperti saya itu siapa?” cerita Gus Yazid al-Bustomi yang merupakan tokoh sufi yang sudah masyhur sebagai ahli ibadah. Kemudian ada hatif suara tanpa rupa yang merupakan jawaban dari pertanyaan beliau, dan mengatakan bahwa ada orang yang lebih hebat daripada dia, yaitu orang di sebelahnya yang sedang tidur. Kemudian beliau bertanya lagi mengapa orang tersebut lebih hebat dari beliau.“Ini orang sama saya khusnudzon, tau bahwa saya ini Allah baik sekali, makanya ditinggal tidur. Kalau kamu ibadah terus, jadi ada gimananya sama saya disambut gelak tawa jemaah. Kamu jadi wali yang jalur itu saja,” ucap Gus Baha membuat jemaah yang disampaikan dari cerita di atas barangkali tepat untuk kondisi sekarang ini dengan mengutip kitab Ittihafus Saddatil Muttaqin karangan Syaikh Murtadho az-Zabidi yang merupakan syarah dari kitab Ihya Ulumiddin karang Imam al-Ghazali,يأتي على الناس زمان يكون أفضل علمهم فيه الصمت وأفضل أعالهم النوم هذا لدخول المشكلات في الكلام وخروج الإخلاص من الأعمال“Akan datang pada manusia suatu masa ketika keutamaan ilmu bagi mereka orang awam yaitu dengan diam dan keutamaan amal bagi mereka dengan tidur. Hal ini dikarenakan banyaknya orang yang berbicara tetapi asal-asalan penuh kemuskilan dan hilangnya ikhlas dalam beramal.”Wallahu a’lam. Kisah ini bercerita tentang waliyullah yang bertemu dengan wabah penyakit. Kepanikan masyarakat justru sangat berbahaya dan memicu banyaknya korban. Dalam Kitab Hilayatu al Aulia karya Abu Nu’aim Ashfani, diceritakan bahwa di Damaskus Siria beberapa abad yang silam muncul segerombolan makhluk Allah berupa wabah penyakit ganas. Wabah tersebut hendak hendak memasuki kota tersebut. Saat hendak memasuki Kota Damaskus, kelompok wabah penyakit ganas tersebut bertemu dengan salah satu Waliyullah. Dengan karomah yang dimilikinya, ia mampu berbicara dengan segerombolan wabah tersebut. Percakapan pun berlangsung. Waliyullah bertanya, “Mau ke mana kalian?”. Wabah menjawab, “Kami diperintah oleh Allah untuk memasuki Damaskus.” Waliyullah bertanya lagi, “Berapa lama, dan berapa banyaknya kalian akan korban?” Wabah itu pun menjawab “dua tahun dengan seribu korban meninggal”. Dua tahun berlalu. Ternyata jumlah korban meninggal mencapai 50 ribu orang. Ketika Sang Wali bertemu kembali dengan wabah penyakit ini, ia pun bertanya, “Kenapa dalam dua tahun kalian memakan korban 50 ribu orang? Bukannya kalian janji hanya seribu orang meninggal?” Wabah itu pun menjawab, “Kami memang diperintah Allah untuk merenggut seribu korban. Empat puluh sembilan ribu korban lainnya meninggal dikarenakan panik, bukan karena ulah kami”. Kepanikan Saat Covid-19 Justru Memicu Suburnya Penyakit Cerita ini bagi mereka yang menyandarkan keberagamaannya murni pada akal tentu sulit untuk mempercayainya. Beda halnya bagi mereka yang beragama dengan mempercayai adanya karomah kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada hamba yang dicintainya, mereka akan percaya. Seperti bertemunya para ulama dengan baginda Nabi dalam keadaan sadar. Padahal Nabi telah wafat. Terlepas benar atau tidak, percaya atau tidak terhadap cerita di atas, namun kenyataannya kepanikan berlebihan memang menjadi sumber percepatan pembiakan penyakit yang ada di dalam tubuh dan berisiko kematian. Semakin panik justru mereduksi kekebalan tubuh manusia. Begitu juga dengan bencana Covid-19. Kepanikan justru akan lebih berbahaya dari pada dampak wabah virus itu sendiri. Bila menghadapinya dengan rasa takut berlebihan tentu efek buruk akan terjadi pada tubuh. Bukan disebabkan oleh virus Corona itu, tapi penyakit lain yang menjangkit karena terlalu khawatir. Beberapa media saat ini menyuguhkan aneka informasi baik yang positif, bermanfaat bagi masyarakat maupun informasi negatif yang cenderung menjerumuskan dan membuat resah masyarakat. Pemberitaan tersebut bagi sebagian pihak menimbulkan kecemasan yang sangat. Informasi dan berita pandemi Covid-19 saat ini menjadi hidangan yang setiap saat bisa diakses, dilihat, didengar, dibaca, dan bahkan datang sendiri tanpa diminta di smartphone dan teknologi yang lain yang mampu membias ketakutan luar biasa. Sesungguhnya, kepanikan tersebut tidak perlu terjadi. Manusia hanya dituntut untuk melakukan ikhtiar secara maksimal. Bentuk ikhtiar tersebut adalah mentaati anjuran pemerintah dan para ulama yang memang memiliki otoritas untuk memilih tindakan pencegahan. Mereka tentu mengambil kebijakan tersebut berdasar pada petunjuk medis dan kejian keilmuan yang lain. Oleh karena itu penting agar media dan masyarakat untuk tidak meyebarkan rasa takut, khawatir dan membuat kepanikan masyarakat. Cukup dengan memberikan penyadaran tindak pencegahan untuk menumbuhkan kewaspadaan. Waspada tentu saja sangat dianjurkan, tetapi kepanikan berlebih itu berbahaya. Peringatan Rasulullah Jangan Sebar Kepanikan dan Berita Menakutkan Dan sebagai umat Islam kita dilarang untuk menyuguhkan berita provokatif yang bisa menimbulkan keresahan dan kecemasan di masyarakat. Apalagi berita itu bohong. Berita benarpun diupayakan tidak menimbulkan kepanikan dan rasa takut berlebih. Nabi bersabda لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” Shahih Sunan Abi Dawud Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam situasi saat ini adalah memberi edukasi, kewaspadaan dan rasa tenang. Tidak perlu ikut menyebarkan berita terkait yang tidak jelas sumbernya atau membuat panik. Masyarakat tidak perlu ikut menyebarkan gambar-gambar yang menyeramkan tentang korban Covid-19 supaya tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat. Allah berfirman وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. QS. Al Baqoroh 155 Mukmin sejati adalah mereka yang menganggap bahwa segala yang terjadi adalah kehendak Allah. Apapun bentuk ujian dari Allah hanya untuk lebih memperkuat keimanan. Wabah maupun bencana sejatinya adalah petaka bagi mereka yang mungkar dan ujian kesabaran bagi orang beriman. Mari kita bergandengan tangan untuk melawan covid-19 ini dengan cara melawan kepanikan dan ketakutan berlebihan. Tingkat kewaspadaan dengan selalu menjaga jarak dan membudayakan kebersihan. Selebihnya adalah berdoa dan tawakal, semoga ujian ini cepat berlalu. Buku berjudul "Mereka yang Disandera Cinta kepada Allah Ta'ala" ini merangkum biografi para sufi yang begitu gigih menjalani kehidupan dengan selalu mengharap keridaan Tuhan. Sufi, berdasarkan catatan Wikipedia adalah penyebutan untuk orang-orang yang mendalami sufisme atau ilmu tasawuf. Total ada 81 sufi yang dikisahkan dalam buku yang bisa menjadi bahan introspeksi bagi para pembaca yang ingin meningkatkan kualitas ibadahnya kepada-Nya. Syaikh Ibrahim as-Samarqandi adalah salah satu sufi yang berasal dari Samarkand. Sebagai seorang sufi, ia memulai perjalanan spiritualnya melalui sikap dan perilaku yang sopan, baik terhadap sesama maupun terutama terhadap Allah Taala. Secara sufistik bersikap sopan di hadapan-Nya adalah mengakui dengan sepenuh hati segala kemahaan-Nya yang tak bertepi. Itu di satu sisi. Sementara di sisi lain adalah menyerahkan diri secara habis-habisan melalui pintu kepatuhan terhadap berbagai perintah dan ketentuan hadirat-Nya. Walaupun di antara sekian perintah itu tak kunjung terpahami. Sedangkan di hadapan sesama makhluk, sikap sopan itu akan muncul sebagai kerendahan hati yang begitu indah dan mengagumkan. Tak terlintas untuk bersikap jumawa sedikit pun. Karena sadar bahwa sejumlah kekurangan itu merupakan atribut-atribut yang permanen. Di situ yang akan senantiasa menjadi hiasan tak lain adalah penghormatan, cinta, dan kasih sayang hlm. 48-49. Sufi selanjutnya yang dikisahkan dalam buku ini bernama Syaikh Bisyr al-Hafi. Berasal dari salah satu desa di Merv atau Aleksandria. Pada awalnya, ia seorang pemabuk dalam artian betul-betul negatif. Hingga suatu hari ketika masih sempoyongan usai mabuk, ia menemukan secarik kertas bertuliskan kalimat basmalah di tengah jalan. “Ini nama Tuhanku. Ini sangat mulia. Tidak boleh ada di jalan seperti ini” ungkapnya. Singkat cerita, untuk memuliakan kertas bertuliskan basmalah tersebut, ia berusaha membersihkannya dari kotoran, bahkan membalurinya dengan minyak wangi dan diletakkan di lemari paling atas. Saat tidur, ia bermimpi mendengar suara bergema; “Karena sudah kau harumkan nama-Ku, maka akan Kuharumkan namamu di dunia ini dan di akhirat nanti”. Setelah peristiwa secarik kertas itu, ia masih belum kunjung insaf dari kebiasaan mabuknya. Hingga suatu hari, ia didatangi seorang wali yang sebelumnya bermimpi sebanyak tiga kali, intinya agar mencari keberadaan Bisyr al-Hafi. “Carilah Bisyr bin al-Harits dan katakan kepadanya bahwa dia sudah dipanggil oleh Allah”. Ketika sang wali menyampaikan hal tersebut pada Bisyr, atas izin-Nya kemudian Bisyr pun bertobat dan tak lagi mabuk-mabukan. Hidup dan matinya lantas semata terfokus kepada Allah belaka hlm. 58. Said bin Sallam Abu Utsman al-Maghribi juga termasuk sufi yang memiliki kisah menarik di balik keputusannya menempuh jalan spiritual atau keilahian. Ia berasal dari kota Kairouan, Tunisia. Tinggal di Mekkah selama beberapa tahun. Kemudian pindah ke Nisapur. Tentang peristiwa yang menyebabkan dirinya menempuh jalan keilahian, ia menuturkan sendiri kisahnya sebagaimana berikut ini “Yang menjadi pemicu taubat dan permulaanku memasuki lorong rohani adalah bahwa aku memiliki kuda dan anjing. Dengan kedua binatang itu setiap hari aku pergi untuk berburu. Di dalam berburu aku membawa sebuah kendi yang kuisi susu untuk diminum. Pada suatu hari aku ingin minum susu dalam kendi itu. Seketika itu juga anjingku menggonggong dengan sangat keras. Aku mau minum susu lagi, anjingku malah menggonggong lagi dengan lebih keras. Saat aku mau meminum lagi untuk ketiga kalinya dengan cepat anjingku lalu mendahului minum susu di kendiku. Setelah itu seluruh tubuh anjingku menjadi bengkak. Tak lama kemudian ia lalu mati. Ternyata anjingku berbuat demikian lantaran ia telah melihat seekor ular minum dari susu dalam kendiku. Ia telah rela menggantikan diriku dengan dirirnya sendiri. Setelah peristiwa itu aku langsung bertaubat dan memasuki jalan rohani ini”. Salah satu hikmah yang bisa dipetik dari kisah pertaubatan Said bin Sallam Abu Utsman al-Maghribi ialah bahwa makhluk apa saja, termasuk yang sering kali dipojokkan dan dihina oleh banyak orang seperti anjing, dengan penuh kasih sayang bisa digunakan oleh Allah Swt untuk menolong siapa pun yang dikehendaki-Nya. Dalam konteks ini, apa saja bisa menjelma sebagai pertolongan Tuhan semesta alam. Karena itu, pandanglah segala sesuatu sebagai kemungkinan yang bisa menjelma “tangan” kemahaan-Nya hlm. 179-180. Menarik sekali membaca kisah perjalanan para sufi dalam buku karya Kuswaidi Syafiie ini. Kisah mereka setidaknya dapat menjadi bahan renungan sekaligus mampu menggugah kesadaran dan nurani kita, agar selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dan selalu berupaya bersikap baik terhadap makhluk-Nya, sehingga kelak kita dapat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Sam Edy Yuswanto Penulis lepas mukim di Kebumen HIMPUNAN 20 KISAH PARA WALI ALLAHIbnu Umar meriwayatkan hadis daripada Rasulullah SAW, “Sentiasa terdapat di kalangan umatku lima ratus orang yang terpilih dan empat puluh abdal. Apabila ada sesiapa yang meninggal dunia dalam kalangan mereka maka terus ada orang lain yang menggantikan tempatnya.”Para Sahabat bertanya, “Apakah amalan-amalan mereka yang khusus?”Jawab Baginda, “Mereka memaafkan orang yang zalim, berbuat baik walaupun kepada orang yang melakukan kejahatan dan mereka bersimpati serta berbuat baik terhadap orang ramai dengan rezeki yang telah dikurniakan oleh Allah SWT kepada mereka.” Jamius Saghir, Imam Suyuti dan Maqasid Imam SakhawiDengan izin Allah, kita akan menyelami beberapa buah kisah para wali Allah yang masyhur sebagai pedoman dan teladan kepada kita. Semoga kisah-kisah ini memberikan manfaat untuk kita mendekatkan diri kepada Allah ini memaparkan 20 buah kisah para wali Allah SWT yang sangat An-Najar – Beliau adalah seorang lelaki beriman di negeri Antakiah yang diceritakan di dalam surah Yasin. Disebabkan keimanannya, beliau telah diseksa dengan kejam. Akhirnya, seluruh penduduk negeri itu dibinasakan dengan tempikan al-Qarni – Beliau adalah seorang Tabiin yang hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW tetapi tidak pernah melihat Nabi SAW. Beliau berkhidmat kepada ibunya yang uzur dengan penuh ikhlas sehingga Nabi SAW meminta Sayidina Umar dan Sayidina Ali mencarinya dan memohon doa daripadanya. Namanya terkenal di langit dan tidak di al-Basri – Kedua-dua ibu bapanya asalnya merupakan hamba. Ayahnya bernama Yasar merupakan bekas hamba kepada Sahabat Nabi SAW yang juga seorang penulis wahyu iaitu Zaid bin Tsabit Ibunya pula bernama Khayra, bekas hamba kepada Ummu Salamah isteri Rasulullah SAW. Hasan al-Basri menjalani sebahagian besar kehidupannya di Basrah dan berkesempatan berjumpa dengan ramai Sahabat Nabi SAW termasuklah 70 orang Ahli Abdul Aziz – Beliau merupakan cicit kepada Sayidina Umar al-Khattab dan sering dijoloki dengan gelaran Khalifah ar-Rasyidin kelima. Jumhur ulama mengatakan bahawa beliau adalah mujaddid Islam pertama setelah 100 tahun kewafatan Rasulullah SAW. Dalam kisah ini, disajikan pelbagai peristiwa mengenai sifat keadilannya. Sejak dilantik menjadi khalifah, banyak perubahan yang dilakukan dalam negara meskipun tempoh pemerintahannya cuma dua tahun. Beliau sangat tegas dan zuhud. Rakyat menjadi sayang kepadanya walaupun ada orang lain yang mendengkinya. Beliau akhirnya meninggal dunia kerana as-Saqati – Beliau merupakan seorang guru tasawuf pertama di Baghdad. Beliau adalah guru kepada Junaid al-Baghdadi. Sariy as-Saqati mengusahakan sebuah kedai di Baghdad. Pada suatu hari, pasar Baghdad terbakar. Sariy telah berdoa supaya api tidak membakar kedainya. Ternyata, setelah api itu terpadam, kedainya tidak terbakar. Bagi menunjukkan rasa syukurnya, dia telah memberikan segala isi kedainya kepada fakir miskin. Mulai saat itu, dia berhenti berniaga dan memilih jalan hidup sebagai ahli sufi. Meskipun begitu, beliau memilih untuk bermujahadah di tengah orang ramai dan bukan mengasingkan Junaid al-Baghdadi – Beliau merupakan anak murid kepad Syeikh Sariy as-Saqati. Sejak kecil, beliau telah melalui pelbagai latihan kerohanian untuk mendekatkan diri kepada Allah. Beliau dikurniakan akal yang cerdas sehingga mampu memahami sesuatu perkara dengan cepat dan mempunyai gerak hati yang benar. Setelah dewasa,beliau menjadi seorang ulama tasawuf yang berpengaruh dan menjadi rujukan ramai umat Islam sejak zamannya hingga bin Adham – Beliau ialah seorang raja Balkh. Namun, setelah mendapat hidayat, beliau memilih jalan hidup sebagai ahli sufi. Hasil mujahadahnya selama beberapa tahun, akhirnya beliau menjadi seorang ulama yang masyhur. Pernah suatu ketika, jarumnya terjatuh ke dalam kolam. Dengan izin Allah, beribu-ribu ekor ikan datang membawa jarum emas di mulut bin Iyadh – Ketika zaman mudanya, Fudhail bin Iyadh merupakan seorang ketua perompak. Setelah bertaubat, beliau mahu membebaskan dirinya daripada kumpulannya. Namun begitu, seorang Yahudi dalam kumpulannya telah meletakkan syarat supaya Fudhail meratakan sebuah bukit pasir. Dengan izin Allah, bukit pasir itu menjadi rata. Namun, Yahudi itu tidak berpuas hati sehinggalah dia melihat longgokan tanah yang dipegang oleh Fudhail menjadi emas. Akhirnya, Yahudi itu memeluk bin Iyadh – Setelah menjadi ahli sufi, beliau dikunjungi oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Tegurannya untuk khalifah telah menyebabkan khalifah al-Khawwas – Beliau ialah sahabat baik Junaid al-Baghdadi. Terdapat dua kisah yang diceritakan dalam bab ini. Pertama, bagaimana beliau meng-Islamkan seorang paderi Kristian dan kedua adalah bagaimana beliau menyelamatkan seorang puteri Raja Rom yang sudah beriman, keluar dari istana tersebut. Puteri itu akhirnya meninggal dunia di Makkah dalam keadaan Yazid al-Bustami – Sejak kecil, beliau akan menendang perut ibunya jika ibunya memasukkan makanan yang syubhah atau diragui. Setelah meningkat dewasa, dia masih berbakti kepada ibunya. Ibunya membenarkan dia keluar dari rumah untuk menuntut ilmu. Berkat doa ibunya, beliau menjadi seorang ulama yang as-Sauri – Beliau terkenal sebagai ulama yang suka menegur khalifah. Jika beliau tidak menegur, air kencingnya akan menjadi darah kerana takutnya kepada Allah. Ketika beliau meninggal dunia, seekor burung datang dan menjadi saksi bin Dinar – Beliau mendapat gelaran Dinar setelah berlaku peristiwa di mana ikan-ikan datang kepadanya sambil membawa beberapa keping dinar emas. Setelah menjadi seorang ahli sufi, beliau dikurniakan hikmah dan karamah. Bukan setakat itu, beliau juga menjadi asbab orang lain mendapat Abdul Wahid bin Zaid – Beliau memohon kepada Allah untuk melihat temannya di dalam syurga dan Allah telah tunjukkan bahawa temannya di dalam syurga ialah seorang wanita pengembala kambing. Apa yang peliknya, ketika syeikh menjumpai rumahnya, dia melihat kambing-kambing itu berkawan baik dengan serigala. Syeikh juga berpengalaman meng-Islamkan seorang penyembah berhala yang mereka jumpai di sebuah pulau. Setelah memeluk Islam, dia menjadi seorang hamba yang soleh dan meninggal dunia tidak berapa lama selepas itu. Syeikh bermimpi bahawa bidadari sedang menunggu lelaki Abdul Wahid – Beliau mempunyai seorang hamba lelaki yang mempunyai tabiat yang pelik. Setiap hari hamba tersebut akan memberikan duit satu dinar kepada syeikh sehingga orang ramai curiga dan menuduh dia mencuri. Syeikh lalu menyiasat perkara itu. Akhirnya, barulah dia menyedari bahawa hambanya itu adalah seorang wali Allah. Hamba itu mendapat duit itu setiap kali selepas mengerjakan solat bin Anas – Nama sebenar Imam Malik ialah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir. Abu Amir adalah seorang Sahabat Nabi SAW yang berasal dari Yaman. Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 93 Hijrah. Dia sangat suka menuntut ilmu walaupun dibesarkan dalam keluarga yang miskin. Dia terpaksa menjual kayu api untuk mendapatkan wang. Berkat usahanya, pada usia 17 tahun, dia sudah mendalami pelbagai ilmu agama. Gurunya berjumlah 900 orang dan separuh daripada mereka adalah ulama Syafie – Dalam bab ini, dinukilkan kisah pertemuan Imam Syafie dengan seorang bekas penganut Kristian yang mendapat hidayat setelah didakwahi oleh seekor binatang yang bin Harun ar-Rasyid – Beliau ialah anak khalifah Harun ar-Rasyid. Disebabkan tidak mahu bermewah, beliau hidup berasingan dengan istana dengan menjadi seorang buruh binaan. Namun begitu, terdapat satu keajaiban yang berlaku. Ketika beliau bekerja, batu bata dan simen tersusun dengan sendiri sehingga menjadi rumah. Kerja-kerja yang biasanya disiapkan oleh 10 orang hanya dilakukan berseorangan diri dalam masa sehari – Beliau ialah seorang ahli hikmah yang berwatak bagaikan orang yang kurang siuman. Sebenarnya, itulah cara beliau menyembunyikan kecerdikannya. Beliau banyak menjadi penasihat kepada Khalifah Harun Nun al-Misyri – Beliau ialah seorang ulama dari Mesir. Banyak pengalaman menarik sepanjang hidupnya dikisahkan dalam bab ini. Antaranya adalah peristiwa tatkala beliau dan isterinya dihanyutkan di tengan lautan. Ketika itu, mereka dibantu oleh seseorang yang mampu berjalan di atas buku ini termasuk pos ialah RM 20 Semenanjung / RM 24 Sabah/Sarawak. Bagi penduduk Negara Jiran, caj pengeposan lebih berminat untuk mendapatkannya secara pos, sila bayar RM 60 ke akaun bank yang tertera dan SMS/Whatsapp NAMA, ALAMAT dan NO FON ke 019-4702839Jom SHARE

kisah perjalanan spiritual para wali allah